Setiap prosesi dalam pernikahan adat Jawa memiliki filosofi dan maknanya sendiri. Acara pernikahan adat Jawa mengandung banyak harapan dan tuntunan kepada kedua calon pengantin agar dapat membina rumah tangga yang langgeng dan bahagia. Dalam artikel ini, kami akan membahas prosesi pingitan adat Jawa secara khusus untuk memahami filosofi dan makna di baliknya. Simak ulasan selengkapnya, ya!
Prosesi pernikahan adat Jawa terdiri dari rangkaian acara yang panjang dari persiapan hingga resepsinya. Salah satunya adalah prosesi pingitan, di mana calon pengantin wanita dikurung di dalam rumah. Acara pingitan ini membuat calon pengantin wanita tidak diperbolehkan untuk bepergian jauh dan tidak diperkenankan untuk bertemu dengan calon pengantin pria.
Pingitan adat Jawa ini sendiri sudah ada sejak zaman kerajaan Yogyakarta, dan masih dilakukan secara turun temurun hingga saat ini. Pingitan hanya diperuntukkan untuk pihak wanita yang sejak zaman dahulu memiliki kedudukan sebagai ibu rumah tangga.Tujuannya adalah untuk menjaga dan mempersiapkan pihak wanita agar bisa menangani rumah tangganya kelak.
Selain itu, ada kepercayaan masyarakat Jawa di zaman dahulu bahwa calon pengantin ini memiliki “darah manis”, di mana menarik perhatian dari hal-hal yang tidak terlihat. Sehingga calon pengantin rentan akan gangguan menjelang pernikahan. Untuk itu, calon pengantin perlu dikurung untuk menghindari marabahaya yang ditakutkan dapat membatalkan pernikahan.
Prosesi pingitan dilakukan setidaknya 1 hingga 2 minggu sebelum pernikahan. Dengan harapan, pengantin wanita dapat memancarkan auranya saat hari pernikahan karena sang wanita tidak dilihat oleh banyak orang sebelum pernikahan. Sehingga tampilannya akan manglingi untuk calon pengantin pria dan para tamu undangan.
Pada zaman dahulu, prosesi pingitan dilakukan satu hingga dua bulan sebelum acara pernikahan. Calon pengantin wanita juga disarankan untuk berpuasa agar penampilannya semakin membuat pangling di hari pernikahan.
Lalu, apa saja sih yang dilakukan oleh calon pengantin wanita selama prosesi pingitan ini?
Biasanya, calon pengantin wanita akan melakukan perawatan tubuh dengan menggunakan ramuan tradisional. Ramuan ini dibuat khusus untuk wanita yang dipakai dari luar maupun untuk dikonsumsi agar tubuh calon pengantin wanita tetap sehat dan bugar sebelum hingga melangsungkan prosesi pernikahan.
Selain itu, calon pengantin wanita juga akan menerima banyak pembelajaran mengenai rumah tangga dari keluarganya agar bisa membangun dan menjaga rumah tangganya sendiri kelak.
Bagaimana dengan praktiknya di masa sekarang?
Prosesi pingitan ini menjadi semakin sulit dilakukan karena wanita saat ini juga memiliki kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Salah satu alasannya adalah karena wanita sudah banyak yang bekerja dan tidak bisa mengambil waktu cuti cukup lama untuk melakukan prosesi pingitan.
Hal inilah yang membuat prosesi pingitan menjadi lebih singkat, yaitu sekitar 1-2 minggu sebelum pernikahan. Bahkan ada yang melaksanakan pingitan sehari sebelum pernikahan.
Meskipun demikian, prosesi pingitan ini bukan suatu kewajiban yang harus kamu lakukan untuk melangsungkan pernikahan adat Jawa. Kamu memiliki kebebasan untuk melakukan atau tidak melangsungkan prosesi pingitan\. Untuk itu pastikan kamu merundingkan prosesi ini bersama pasangan dan keluarga.
Mungkin kamu bertanya-tanya, apakah prosesi pingitan adat Jawa ini perlu dilakukan? Untuk menjawab pertanyaan kamu, kami akan memaparkan beberapa manfaat pingitan ini bagi calon pengantin. Berikut manfaatnya:
Sebagai calon pengantin, pastinya kamu dan pasangan sudah sering bertemu untuk membahas persiapan pernikahan yang diimpikan. Dengan adanya prosesi pingitan ini, tentu akan menjadi tantangan di mana kedua calon mempelai tidak bisa bertemu dalam waktu cukup lama.
Prosesi pingitan adat Jawa ini akan meningkatkan rasa kangen terhadap satu sama lain karena intensitas pertemuan jadi berkurang drastis. Hal ini lah yang membuat calon pengantin wanita akan tampil manglingi bagi calon pengantin pria saat prosesi panggih di pernikahan karena keduanya tidak bertemu cukup lama. Calon pengantin pria akan mengalami kembali bagaimana rasanya ketika bertemu sang pujaan hati pertama kali, namun kali ini sebagai istri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa mempersiapkan pernikahan adalah proses yang panjang dan melelahkan. Apalagi jika prosesi pernikahan yang kamu pilih menggunakan adat Jawa yang membutuhkan banyak persiapan jauh sebelum acara pernikahan itu sendiri.
Untuk itu, prosesi pingitan ini bisa kamu manfaatkan sebagai momen untuk mengistirahatkan hati dan pikiran dari kepenatan persiapan menikah. Kamu juga bisa melakukan me time selama prosesi pingitan ini agar tubuh dan pikiran kembali segar.
Seperti yang sudah disinggung sedikit di atas pada bagian tata cara pingitan adat Jawa, prosesi ini bisa kamu manfaatkan untuk melakukan perawatan diri. Kamu bisa mulai berolahraga, memperbaiki pola makan, istirahat yang cukup, dan menerapkan pola hidup yang sehat agar tubuh tetap sehat dan bugar di acara pernikahan nantinya.
Masyarakat Jawa masih erat dengan kepercayaan kuno bahwa calon pengantin rentang dengan bahaya sarap, sawan, atau sambekolo yang merupakan penyakit yang tidak terlihat. Oleh karena itu, dalam prosesi pingitan adat Jawa, calon pengantin wanita akan diberikan jamu sawanan yang diharapkan dapat menghindarkan dari berbagai hal buruk seperti penyakit, kecemasan berlebih, atau cekcok dengan pasangan yang tidak berujung.
Banyak yang mengatakan bahwa persiapan pernikahan menjadi salah satu tantangan untuk melihat kesetiaan kedua calon pengantin. Hal ini menjadi rahasia umum karena akan selalu ada saja hal yang ‘mengganggu’ persiapan pernikahan.
Untuk itu, prosesi pingitan adat Jawa ini mampu memupuk rasa sabar dan percaya kepada satu sama lain di mana pasangan memiliki keterbatasan untuk berkomunikasi secara langsung, sehingga calon pengantin tidak mudah muncul rasa curiga dan gegabah saat mengambil keputusan.
Prosesi pingitan memaksa calon pengantin wanita untuk berada di dalam rumah dalam jangka waktu cukup lama. Hal ini tentunya dapat meningkatkan kedekatan calon pengantin wanita dengan keluarga karena tingkat interaksi yang semakin tinggi. Calon pengantin wanita juga bisa meminta nasihat dari keluarga mengenai persiapan dalam menjalani rumah tangga.
Upacara pingitan tidak hanya ada di Suku Jawa saja, namun suku lain juga memiliki prosesi pingitan dengan penyebutan yang berbeda. Berikut beberapa prosesi pingitan yang dilakukan oleh suku lain:
Suku Muna merupakan salah satu suku asli dari Sulawesi Tenggara yang memiliki tradisi pingitan yang disebut dengan Kaira. Prosesi pingitan ini tidak hanya dilakukan oleh wanita yang akan menikah saja, namun juga wanita yang mulai beranjak dewasa.
Pelaksanaan Kaira dilakukan dengan setelah melalui kesepakatan oleh keluarga wanita yang akan melangsungkan pingitan. Prosesi ini biasanya berlangsung selama 1 hari 1 malam hingga 4 hari 4 malam. Hal yang unik dari pingitan Suku Muna ini adalah anak perempuan akan ditempatkan dalam ruangan tanpa diberikan penerangan atau perlengkapan tidur.
Dalam Kaira juga terdapat Kafoluku yang merupakan pembinaan anak perempuan dalam ruangan gelap yang disebut dengan Suo atau Songi. Ruangan gelap ini menggambarkan rahim ibu, sehingga prosesi ini seperti mengembalikan anak dalam rahim ibunya. Tujuan dari Kafoluku ini agar anak perempuan mengenali asal hidup mereka. Selain itu, prosesi ini juga mengajarkan tentang tanggung jawab seorang wanita sebagai istri dan ibu.
Tidak hanya sampai di situ, prosesi pingitan ini dilanjutkan dengan Kalempagi, yang menunjukkan bahwa seorang perempuan sudah mengalami perubahan menjadi wanita dewasa yang bisa bertanggung jawab akan dirinya sendiri.
Pingitan dalam Suku Betawi disebut dengan dipiare. Prosesi ini dilangsungkan selama 1-2 bulan pada zaman dahulu. Namun untuk saat ini, dipiare biasanya berlangsung selama 1-2 hari sebelum acara pernikahan.
Acara ini diawali dengan None Mantu, atau wanita yang akan dipingit, yang didampingi oleh tukang piare. Selama acara dipiare ini, tukang piare harus memperhatikan setiap kegiatan none mantu. Tukang piare juga harus merawat kecantikan none mantu.
None mantu sendiri memiliki beberapa pantangan dalam prosesi dipiare diantaranya adalah dilarang berkomunikasi dengan orang luar, kecuali dengan tukang piare dan keluarga. Selain itu, none mantu juga akan melakukan berbagai persiapan dan perawatan diri sebelum menikah.
Suku Banjar adalah salah satu suku di Kalimantan Selatan yang mengadakan prosesi pingitan yang disebut dengan bapingit. Prosesi ini berbeda dengan pingitan suku lainnya karena bapingit dilakukan setelah resmi menikah.
Saat bapingit dilangsungkan, wanita tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan suami dan pemuda lainnya. Prosesi ini diawali dengan membaca Alquran hingga khatam untuk memperdalam ilmu agama. Bapingit diakhiri dengan istri yang membantu pernikahan orang lain.
Suku ini merupakan salah satu suku di Sulawesi Tenggara dengan acara pingitan yang disebut pasuo atau bakurung. Prosesi ini hampir sama dengan kaira.
Bakurung atau pasuo dilakukan dengan 3 tahap pada ruangan yang disebut suo. seluruh dinding dalam ruangan ditutup dengan kain putih. Kain putih ini juga bisa digunakan sebagai alas pada suo. Pemakaian kain putih ini melambangkan agar wanita yang keluar dari kurungan dalam keadaan bersih dan suci.
Tahap pertama dari Bakurung ini dilakukan dengan memberikan asap kemenyan yang merupakan penanda dimulainya bakurung. Tahap kedua dilakukan pada hari kelima dengan merubah penampilan dan arah tidur wanita. Proses ini melambangkan perubahan besar dalam kehidupan calon pengantin wanita, berupa wanita yang tadinya perawan lalu menjadi istri setelah menikah.
Tahap ketiga dilangsungkan pada malam kedelapan. Acara ini dilakukan dengan memandikan wanita dengan alat yang disebut wadah bhosu. Wanita akan dimandikan oleh para wanita yang dituakan, yang diawali dengan membasahi rambut dengan sampo dari santan kelapa.
Makna dari prosesi ini merupakan salah satu syarat ajaran Islam, yaitu mandi wajib untuk membersihkan dan menyucikan diri. Prosesi ini mengandung harapan agar wanita menjadi bersih dan suci setelah keluar dari kurungan.
Pingitan pada suku Sumbawa dilangsungkan setelah bertukar cincin atau bertunangan. Prosesi ini dilakukan oleh kedua calon pengantin di mana mereka tidak boleh saling bertemu dan harus berpuasa. Puasa ini bertujuan agar kedua calon pengantin bisa membersihkan diri dari segala dosa. Selain itu, puasa juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan berat badan.
Di hari terakhir pingitan, kedua calon pegantin tidak diperbolehkan untuk mandi dengan harapan agar tidak turun hujan saat melangsungkan acara pernikahan.
Sekian pembahasan mengenai pingitan adat Jawa dan prosesi pingitan dari suku lainnya. Sangat menarik, bukan? Butuh informasi lainnya seputar persiapan pernikahan dan hingga tips melangsungkan resepsi pernikahan? Baca artikel lainnya di V&Co Jewellery sekarang juga biar kamu nggak ketinggalan informasi menarik seperti ini!
Nggak terasa tahun 2024 akan segera usai! Dalam fashion jewellery, perhiasan emas selalu menjadi pilihan…
Cincin bukan sekadar aksesori; ia adalah bahasa tanpa kata yang mampu mengungkapkan cinta, komitmen, dan…
Halo, calon pengantin! Siapa sih yang nggak pengen momen pernikahannya berjalan mulus tanpa hambatan? Buat…
Pernikahan adalah salah satu momen paling berharga dalam hidup, dan persiapannya tentu nggak boleh asal-asalan.…
Kamu mungkin sudah sering mendengar kalau menikah itu adalah salah satu momen terindah dalam hidup.…
Mau acara lamaran yang nggak sekedar tepuk tangan dan tukar cincin? Saatnya bikin momen yang…