Pulau Dewata tak hanya dikenal dunia dengan keindahan alam mulai dari gunung hingga pantainya, tapi juga terkenal akan keberagaman adat dan budayanya yang masih kental. Tak hanya obyek wisatanya saja yang ramai didatangi wisatawan, tapi upacara adat di Bali juga menjadi pusat perhatian para pelancong dari berbagai belahan dunia.
Salah satu yang menjadi ciri khas adat suku Bali adalah Payas Agung, yakni baju khas adat Bali yang sangat indah dan menawan. Warnanya yang mencolok dan megah menjadikan baju adat ini begitu menarik, dan meskipun kini sudah banyak dimodifikasi dan mengikuti zaman, namun tak menghilangkan esensi dan makna dari Payas Agung itu sendiri. Penasaran apa makna dan item yang ada di Payas Agung Bali? Simak artikel berikut ya!
Pengertian Payas Agung Bali
Dalam konteks pernikahan suku Bali, istilah “payas” merujuk pada tatanan atau cara berbusana adat dan tata rias khas Bali. Jika dalam pernikahan suku Jawa atau Sunda kita mengenal istilah “paes,” maka dalam budaya Bali, payas memiliki peran penting sebagai bagian dari tata rias pengantin, khususnya pada acara pernikahan.
Salah satu bentuk payas yang istimewa dan khusus dalam tradisi Bali adalah Payas Agung. Payas Agung, yang merupakan tahta tertinggi dari payas, hanya digunakan dalam acara adat yang bersifat khusus, sakral dan sangat penting. Beberapa contoh acara tersebut meliputi upacara pernikahan (pawiwahan), upacara kedewasaan (munggah deha), upacara potong gigi (metatah), upacara ngaben (pitra yadnya), dan berbagai upacara adat lainnya yang memiliki kekhususan dan keagungan tertentu.
Payas Agung mencerminkan kekayaan warisan budaya Bali dan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi. Dengan batasan penggunaannya pada acara-acara tertentu, busana khas Bali ini tetap menjadi bagian integral dari ritual dan peristiwa adat. Sehingga memberikan nilai dan makna mendalam pada setiap penggunaannya.
Selain Payas Agung, terdapat dua jenis payas lainnya, yaitu Payas Madya dan Payas Alit atau nista. Perbedaan utama antara ketiganya terletak pada tingkat keistimewaan dan penggunaannya dalam berbagai acara adat. Berbeda dengan Payas Agung yang hanya dikenakan pada acara tertentu, penggunaan Payas Madya dan Payas Nista cenderung tidak formal karena dapat digunakan dalam acara yang lebih sederhana dan tidak memerlukan tata cara khusus. Penggunaannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan acara yang tidak memiliki tingkat sakral sebesar Payas Agung.
Hal ini menunjukkan bahwa Payas Agung bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga sebuah simbol keistimewaan dan keanggunan dalam berbusana sesuai dengan konteks acara dan peristiwa yang sedang berlangsung dalam tradisi dan adat istiadat Bali. Dengan demikian, Payas Agung tidak hanya menjadi bagian dari tata rias pengantin, tetapi juga mencerminkan kedalaman makna dan keberartian dalam konteks budaya dan adat Bali.
Sejarah Payas Agung Bali
Di masa lampau, Payas Agung Bali bukan hanya sekadar pakaian adat, melainkan juga simbol strata sosial dan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Berbeda dengan zaman sekarang, pemakaian Payas Agung di zaman dulu terbatas hanya untuk mereka yang berasal dari keluarga bangsawan atau orang-orang di Kerajaan Bali. Hal ini mencerminkan adanya hierarki sosial yang ketat, di mana pakaian menjadi penanda status sosial antar individu yang sangat signifikan. Pemakaian Payas Agung di masa kerajaan Bali menjadi lambang kedudukan istimewa dan keanggunan yang dihargai dalam lingkungan kerajaan.
Namun saat ini, semua kalangan masyarakat di Bali memiliki kesempatan untuk mengenakan Payas Agung, dan sudah tidak lagi terbatas hanya untuk kalangan para bangsawan. Perubahan ini mencerminkan transformasi sosial yang sangat positif di Bali, di mana nilai-nilai budaya dan tradisi nenek moyang tetap dijunjung tinggi, namun tetap bisa memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat untuk merasakan kebanggaan dalam mengenakan pakaian adat yang anggun dan istimewa bak zaman kerajaan.
Meskipun semua kalangan sekarang dapat mengenakan tata busana Payas Agung, tetapi tetap ada aturan dan norma-norma yang harus diikuti. Penggunaannya harus sesuai dengan tata cara dan aturan yang berlaku, serta harus menunjukkan rasa hormat terhadap tradisi dan budaya Bali. Hal ini menandakan bahwa sementara pakaian tradisional telah menjadi lebih inklusif, nilai-nilai kehormatan terhadap budaya tetap dijaga.
Inklusivitas dalam pemakaian Payas Agung ini merupakan langkah positif dalam melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Bali, sambil memastikan bahwa semua individu di Bali dapat merasakan dan berpartisipasi dalam menjaga warisan budaya yang berharga ini. Semakin ingin mengenakan Payas Agung untuk pernikahanmu?
Makna Filosofis Payas Agung Bali
Di balik indahnya kain berwarna-warni yang menjadi pakaian sang pengantin Bali dan hiasan yang dikenakan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, terkandung filsafat yang erat terkait dengan ajaran Sang Hyang Widhi, konsep pemujaan Tuhan dalam agama Hindu yang menjadi landasan kehidupan mayoritas masyarakat Bali.
Pakaian adat Bali, yang diwujudkan dalam Payas Agung, merupakan cerminan dari prinsip-prinsip kepatuhan, ketenangan, dan kegembiraan yang diyakini sebagai anugerah dari Sang Hyang Widhi dalam keyakinan mereka. Di dalam kompleksitas warna, ornamen dan juga motif dari Payas Agung, tersembunyi filosofi “Tri Murti,” yang menggambarkan Sang Hyang Widhi dalam tiga Dewa dengan peran dan fungsi yang berbeda antara satu dan lainnya. Dewa Brahma sebagai Pencipta, Dewa Wisnu sebagai Pemelihara, dan Dewa Siwa sebagai Pelebur, masing-masing menjadi elemen yang menghidupkan makna dalam setiap lipatan pakaian Payas Agung.
Makna Aksesoris pada Payas Agung
Dalam rangkaian upacara pernikahan Bali, setiap elemen dari Payas Agung, termasuk mahkota, kain, dan aksesori lainnya, memiliki makna khusus yang mendalam. Mahkota yang tinggi, sebagai contoh, tidak hanya sekadar unsur dekoratif; tingginya mahkota mencerminkan keanggunan dan kemewahan, memberikan kesan keistimewaan pada momen pernikahan. Sementara itu, pilihan warna-warna cerah seperti merah dan emas dalam pakaian Payas Agung mencerminkan kebahagiaan dan kegembiraan dalam ikatan pernikahan yang dibangun.
Begitupun dengan berbagai aksesori yang digunakan oleh kedua pengantin, seperti gelang dan hiasan kepala, juga tidak sekadar unsur estetika. Gelang, misalnya, melambangkan kebersamaan dan kesatuan antara pasangan. Hiasan kepala juga dianggap memiliki arti keagungan dan kesucian dalam tradisi pernikahan Bali.
Pemakaian Payas Agung tidak hanya selesai pada pemilihan pakaian dan aksesori saja, karena proses penjepitan pada pakaian juga memegang peranan penting dalam upacara pernikahan Bali. Setiap elemen pakaian dilekatkan atau dililitkan secara hati-hati satu per satu, dan bahkan proses ini dilakukan dengan penuh perhatian, bahkan diiringi oleh persembahan dan doa di sepanjang prosesnya. Peran pandita atau pendeta Hindu yang memandu semua proses ini menandakan kehadiran spiritual dan religius dalam pernikahan masyarakat Bali yang mengenakan setiap bagian dari Payas Agung.
Setiap langkah dalam proses penggunaan Payas Agung menjadi bagian dari ritual yang memperkuat makna pernikahan kedua pasangan masyarakat suku Bali. Proses penjepitan bukan hanya sekadar urusan teknis, melainkan simbol dari perjalanan spiritual dan kesucian menuju ikatan pernikahan yang suci dan penuh makna.
Payas Agung Pengantin Wanita
Kemegahan dan keindahan Payas Agung Bali tak hanya ditampilkan dari riasannya yang mencolok namun menawan, tapi juga dihasilkan dari serangkaian tahapan pemakaian pakaian adat itu sendiri yang cukup panjang. Tahapan pemakaian Payas Agung untuk pengantin wanita dalam pernikahan Bali mencakup beberapa langkah yang mengandung simbolisme dan keindahan tertentu, di antaranya:
1. Pemasangan Mahkota
Langkah pertama dalam proses pemakaian Payas Agung dalam tradisi pernikahan Bali dimulai dari kepala, dan melibatkan pemasangan mahkota. Mahkota tersebut terdiri dari berbagai elemen seperti bunga kap emas, sandat emas, empak-empak emas, dan petitis emas.
Selain menjadi perhiasan indah, mahkota juga menjadi simbol penting dalam pernikahan Bali. Simbol kemurniannya diwakili oleh elemen-elemen seperti bunga kap, sementara keabadian dan kebahagiaan diresapi dalam hiasan-hiasan emas. Mahkota ini menciptakan aura yang penuh makna dan sakral, menandakan awal dari perjalanan kehidupan pernikahan yang dihormati dan diwarnai dengan keindahan spiritual dan budaya.
2. Penekep Pusung
Setelah mahkota terpasang, langkah berikutnya adalah penekep pusung. Penekep pusung adalah sejenis penutup kepala yang sering dihiasi dengan detail-detail indah dan motif tradisional. Pada umumnya, penekep pusung terbuat dari bahan-bahan berkualitas tinggi seperti emas, perak, atau kain yang dirancang khusus dengan motif tradisional Bali. Motif-motif tersebut seringkali mencerminkan keindahan alam, bunga, atau simbol-simbol keagamaan.
Fungsi utama dari penekep pusung adalah untuk menutupi bagian kepala pengantin dengan sopan dan elegan. Penekep pusung melengkapi penampilan pengantin, memberikan sentuhan keanggunan yang lebih pada saat momen pernikahan. Selain itu, penekep pusung juga diartikan sebagai perlindungan spiritual dan keberkahan bagi pengantin.
3. Tata Rambut dengan Gelung Agung
Gelung Agung merupakan salah satu ciri khas dari Payas Agung, dimana elemen ini bukan hanya sekadar tatanan rambut, tapi juga sebuah seni yang melibatkan keahlian dan keterampilan khusus. Pemilihan desain gelung agung dapat bervariasi tergantung pada preferensi pengantin atau adat istiadat yang berlaku. Namun, secara umum, gelung agung dihiasi dengan berbagai hiasan seperti bunga, emas, atau anyaman yang dipercantik dengan perhiasan rambut khas Bali.
Gelung Agung bukan hanya menambah keindahan secara visual, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam konteks pernikahan Bali. Sebagai bagian dari Payas Agung, gelung agung melambangkan keanggunan, keelokan, dan kemurnian. Selain itu, gelung agung juga dianggap sebagai simbol kesatuan dan kebersamaan antara pengantin.
4. Penggunaan Kain Tapih Panjang
Kain tapih panjang bukan hanya sekadar pakaian, melainkan simbol kemegahan dan keelokan pengantin. Sering kali dipilih dengan warna yang mencerminkan keceriaan, keanggunan, atau sesuai dengan tema pernikahan tertentu. Kain tapih panjang memiliki motif yang unik seperti pola bunga, binatang, atau bahkan simbol-simbol keagamaan yang penting dalam budaya Bali. Pemilihan kain tapih panjang juga sering disesuaikan dengan adat istiadat tertentu atau tradisi keluarga.
Dengan melibatkan kain tapih panjang, Payas Agung tidak hanya menjadi representasi keindahan fisik pengantin, tetapi juga membawa serta cerita, makna, dan kebanggaan terhadap warisan budaya Bali. Setiap lipatan kain, warna, dan motif menjadi bagian dari narasi pernikahan yang penuh dengan keanggunan dan makna mendalam.
5. Kemben dan Kamen Prada
Pada prosesi pemakaian Payas Agung dalam pernikahan Bali, terdapat dua elemen penting yang berperan dalam menambah keanggunan dan kesopanan, yaitu kamen prada dan kemben. Kedua elemen ini memiliki peran spesifik dalam menyusun tatanan busana adat yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan spiritualitas.
Kamen prada adalah sejenis kain yang digunakan sebagai penutup dada pengantin wanita. Penggunaannya menciptakan lapisan yang anggun dan sopan di bagian atas tubuh, memberikan kesan kesucian dan keanggunan. Kamen prada seringkali dihiasi dengan motif-motif tradisional atau hiasan yang menambah keindahan.
Sementara kemben merupakan elemen yang lebih besar dan menutupi tubuh pengantin wanita mulai dari pusar hingga mata kaki. Penggunaan kemben menciptakan tampilan yang elegan dan menunjukkan kepatutan serta kesopanan dalam berbusana. Kemben sering dihiasi dengan warna-warna cerah dan motif-motif yang melambangkan keberuntungan.
6. Aksesoris
Aksesoris yang melengkapi tampilan pengantin wanita dalam pemakaian Payas Agung dalam tradisi pernikahan Bali mencakup beberapa elemen yang memberikan sentuhan keindahan dan kemegahan. Beberapa aksesoris yang sering digunakan pada pengantin wanita yang mengenakan Payas Agung diantaranya; Subeng atau cincin yang dikenakan pada telinga pengantin wanita, dan pending atau ikat pinggang yang dipakai di bagian pinggang.
Selain itu, ada juga cerik, gelang yang dikenakan di bahu sebelah kiri pengantin wanita dan juga gelang satru, yakni gelang yang dikenakan di pergelangan tangan. Aksesoris-aksesoris ini tidak hanya berperan dalam menambah keindahan, tetapi juga memperkuat keseluruhan tampilan tradisional. Penggunaan aksesoris ini memberikan sentuhan personal pada pemakaian Payas Agung, menciptakan penampilan yang unik dan khas untuk setiap pengantin.
7. Riasan Srinata
Riasan Srinata merupakan riasan yang melibatkan seni dan simbolisme untuk menciptakan penampilan yang bersahaja namun penuh makna. Riasan ini dibuat membentuk pola lengkungan simetris pada bagian kening pengantin wanita. Lalu, bagian kening dihiasi dengan bindi, suatu hiasan berbentuk bulatan kecil yang ditempatkan di tengah-tengah kening. Dalam konteks agama Hindu di Bali, bindi memiliki makna yang mendalam sebagai simbol cinta, kecantikan, kemakmuran, kehormatan, dan sebagai penangkal nasib buruk.
Bindi juga mencerminkan hubungan spiritual pengantin dengan Tuhan. Tempat pemasangan bindi, yaitu di antara kedua alis, dianggap sebagai tempat cakra keenam, yang memiliki kaitan dengan spiritualitas dan kebijaksanaan. Riasan Srinata menekankan pada kesederhanaan dan kealamian. Meskipun melibatkan penggunaan hiasan dan riasan, proses ini dirancang untuk menciptakan penampilan yang tidak berlebihan, tetapi tetap elegan.
Payas Agung Pengantin Pria
Tak hanya pengantin wanita, pengantin pria juga mengenakan beberapa aksesoris yang sama, dengan bentuk dan ornamen yang sedikit berbeda dengan pengantin wanita. Beberapa aksesoris tersebut di antaranya;
1. Mahkota
Dalam tradisi pernikahan Bali, mahkota memiliki makna simbolis yang mendalam, diantaranya sebagai simbol kemurnian, dimana hal ini ditunjukkan dengan materialnya yang terbuat dari susunan bunga kap emas. Bunga kap emas yang indah dan bersih mencerminkan kesucian dan kebersihan, yang menjadi nilai-nilai penting dalam pernikahan.
Emas juga dianggap sebagai logam yang tidak berkarat dan tidak berubah, menggambarkan kekekalan cinta dan ikatan dalam pernikahan. Selain itu, mahkota dengan susunan bunga yang cerah dan berwarna juga melambangkan kebahagiaan. Penggunaan emas dalam mahkota juga mencerminkan kekekalan atau keabadian.Mahkota juga dapat dianggap sebagai simbol spiritualitas, terutama jika mahkota dihiasi dengan bunga-bunga tertentu yang memiliki makna keagamaan dalam konteks Hindu Bali.
2. Jas Beludru Bermotif Prada
Jas beludru bermotif prada dirancang dengan detail yang indah dan mewah, menambahkan elemen kemewahan pada penampilan pengantin. Motif prada yang rumit dan cantik menciptakan tampilan yang sangat anggun. Penggunaan jas beludru bermotif prada dapat menjadi simbol status sosial dan kehormatan. Pada masa lalu, pakaian semacam ini mungkin hanya dikenakan oleh orang-orang tertentu, seperti bangsawan atau keluarga kerajaan.
Meskipun saat ini lebih terbuka bagi semua kalangan, namun penggunaannya tetap mencerminkan kehormatan dan keistimewaan. Penggunaan jas beludru bermotif prada pada pengantin laki-laki juga menciptakan keseimbangan visual dengan Payas Agung yang dikenakan oleh pengantin wanita. Keduanya dirancang untuk saling melengkapi dan menciptakan harmoni dalam pasangan pengantin.
3. Lilitan Kain Songket
Setiap motif pada kain songket memiliki makna dan cerita tersendiri. Pengantin pria sering memilih motif tertentu yang memiliki makna mendalam atau berkaitan dengan nilai-nilai yang dihormati. Sama seperti jas beludru bermotif prada pada pengantin pria, lilitan kain songket dirancang untuk menciptakan keseimbangan visual dan estetika dengan Payas Agung yang dikenakan oleh pengantin wanita. Keduanya bekerja bersama untuk menciptakan harmoni dalam penampilan pengantin.
4. Keris
Dianggap sebagai simbol keberanian, kehormatan, dan nilai-nilai tradisional, penggunaan keris oleh pengantin pria memberikan dimensi simbolis yang mendalam. Keris juga dapat diartikan sebagai simbol persatuan dan keseimbangan, dan diyakini memiliki kekuatan magis serta dapat memberikan perlindungan kepada pemiliknya.
Dalam konteks pernikahan, membawa keris dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan dan keberuntungan bagi pasangan yang baru menempuh perjalanan hidup bersama. Proses menyelipkan keris ke bagian punggung pengantin pria melibatkan ritual khusus yang sarat dengan simbolisme. Hal ini sering kali dilakukan oleh seorang pendeta atau tokoh agama yang memberikan berkah dan doa untuk keselamatan dan keberuntungan pernikahan.
Setiap elemen dalam Payas Agung tidak hanya berfungsi sebagai hiasan atau pakaian semata, tetapi juga memiliki makna yang dalam dan merefleksikan kekayaan adat istiadat masyarakat suku Bali. Setelah mengetahui makna dan filosofi dari setiap elemennya, apa kamu menjadi tertarik untuk mengenakan pakaian adat Bali, khususnya Payas Agung untuk pernikahanmu?