adat Betawi Pernikahan

Pesona Tradisi Leluhur: Menjelajahi 12 Langkah Prosesi Pernikahan Adat Betawi

Pernikahan merupakan peristiwa sakral yang memadukan beragam tradisi dan kekayaan budaya. Begitu pula dengan pernikahan adat Betawi, yang memancarkan pesona keindahan serta menggambarkan kearifan lokal masyarakat.

Pernikahan adat Betawi tidak hanya sekadar seremoni, melainkan upacara yang sarat makna, menggabungkan unsur-unsur keagamaan, kekeluargaan, dan kebersamaan. Dalam prosesi pernikahan adat Betawi, terdapat serangkaian ritual yang menandai perjalanan mulia sepasang pengantin menuju kehidupan baru.

Dari awal hingga akhir, terdapat 12 prosesi yang menjadi pilar dalam pernikahan adat Betawi. Setiap tahapan memiliki makna mendalam dan menjelaskan keterikatan kuat antara tradisi dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Betawi.

Kami akan memandu kamu melalui serangkaian prosesi pernikahan adat Betawi, memperkenalkan keunikan dan kedalaman makna di setiap tahapannya. Dengan memahami prosesi-prosesi ini, kita dapat mengapresiasi kearifan lokal dan keindahan tradisi yang dilestarikan dari generasi ke generasi.

Jadi, mari kita menelusuri keindahan dan kekayaan budaya dalam 12 prosesi pernikahan adat Betawi yang memesona.

1. Ngedelengin

prosesi pernikahan adat Betawi
Foto via Jeima Bridal

Langkah pertama dalam merayakan pernikahan sesuai adat Betawi adalah dengan melakukan proses yang disebut ngedelengin. Ngedelengin adalah upaya mencari pasangan hidup yang dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh calon suami itu sendiri. 

Setelah menemukan calon yang dianggap cocok, langkah selanjutnya adalah meminta bantuan kepada Mak Comblang untuk menghubungi pihak perempuan. Mak Comblang berperan sebagai perantara dan umumnya ditunjuk oleh encang (paman) dan encing (bibi) dari kedua keluarga. Mak Comblang akan membahas banyak hal terkait proses pernikahan dalam tradisi Betawi.

Jika pihak perempuan setuju, maka Mak Comblang akan memberikan sembe atau angpao sebagai tanda kesepakatan. Setelah itu, pihak perempuan akan menempelkan ikan bandeng di depan rumahnya sebagai isyarat bahwa ada seseorang yang berminat dengan anak gadis di keluarga tersebut.

2. Ngelamar

Ngelamar
Foto: Imagenic

Ngelamar adalah bentuk resmi dari keluarga pria kepada pihak wanita, menandai niat untuk menjodohkan putra mereka dengan calon mempelai. Proses ngelamar umumnya dilakukan oleh enam perwakilan keluarga, termasuk Mak Comblang, yang membawa seserahan khas dari adat Betawi.

Dalam daftar barang-barang seserahan adat Betawi untuk ngelamar, terdapat sirih embun yang dibentuk bulat berisi rempah-rempah, bunga tujuh rupa, dan tembakau. Selain itu, ada juga dua sisir pisang raja yang ujungnya tertutup dengan kertas warna-warni, roti tawar di atas nampan berhias, dan uang sebagai lambang penghormatan dalam bentuk baju atau kain.

3. Bawa Tande Putus

bawa tande putus
Foto via WeddingMarket

Tande putus adalah sebuah ritual dalam tradisi pernikahan Betawi yang menandai keseriusan hubungan kedua calon mempelai. Biasanya, acara ini dilakukan seminggu setelah prosesi lamaran. Mak Comblang, sebagai perwakilan dari keluarga mempelai pria, bertanggung jawab membawa tande putus sebagai lambang kesepakatan dari kedua belah pihak.

Sebagai bagian dari simbolisme, pada saat tande putus diberikan, termasuk di dalamnya cincin rotan, uang pesalin (uang seserahan), dan berbagai jenis kue. Jika rincian pernikahan belum dibicarakan saat lamaran, Mak Comblang akan membahasnya dalam acara ini. 

Ini termasuk penentuan tanggal, mas kawin, cincin nikah, dan aspek penting lainnya dari upacara pernikahan. Ketika pihak perempuan menyatakan “None kite minta mate bandeng seperangkat”, itu mengindikasikan permintaan mas kawin berupa seperangkat perhiasan emas dengan berlian. 

Namun, apabila disampaikan “None kite minta mate kembung seperangkat”, artinya yang diminta sebagai mas kawin adalah seperangkat perhiasan emas dengan batu intan asli.

4. Masa Dipiare

prewedding adat betawi
Foto: instagram/m_riyaldi

Masa dipiare merupakan salah satu bagian penting dalam prosesi pernikahan adat Betawi. Istilah “dipiare” sendiri berasal dari bahasa Betawi yang berarti menyusuri atau menjelajah. Pada tahap ini, calon pengantin wanita akan melakukan serangkaian kunjungan ke rumah keluarga dan kerabat dari pria. 

Tujuan dari masa dipiare adalah untuk memperkenalkan calon pengantin wanita kepada keluarga besar pria serta membangun keakraban antara kedua belah pihak. Selama masa dipiare, biasanya diselenggarakan acara-acara kecil yang sarat dengan tradisi Betawi. Calon pengantin wanita akan didampingi oleh keluarganya dalam kunjungan tersebut. 

Mereka akan membawa oleh-oleh berupa makanan atau barang-barang kecil sebagai tanda penghormatan kepada keluarga calon pengantin pria. Proses ini juga memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk saling mengenal, berinteraksi, serta mempererat hubungan baik sebelum pernikahan berlangsung.

Selain itu, masa dipiare juga merupakan momen untuk meneguhkan kesepakatan serta persetujuan antara kedua keluarga terkait rencana pernikahan. Hal ini menunjukkan pentingnya persetujuan dan dukungan dari keluarga dalam budaya pernikahan Betawi. Masa dipiare memegang peran penting dalam membangun hubungan harmonis antara kedua belah pihak dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prosesi pernikahan adat Betawi.

5. Siraman

tata cara siraman adat sunda
Foto via Siraman Wirangga

Upacara siraman dilakukan sebagai bagian dari persiapan jelang pernikahan untuk membersihkan dan menyucikan calon pengantin. Biasanya, siraman dilaksanakan pada malam sebelum hari pernikahan. Dalam upacara ini, kedua calon pengantin akan disiram dengan air hulu dari tujuh tempat bermakna simbolis yang dianggap suci, seperti sumur, sungai, atau mata air.

Proses siraman tidak hanya sekadar pembasuhan fisik, tetapi juga memiliki makna spiritual dan simbolis yang dalam. Air dianggap sarana untuk membersihkan diri dari segala dosa serta menjalani kehidupan baru sebagai pasangan yang suci dan bersih. Selain itu, siraman juga dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta upaya untuk mendapatkan restu dari mereka.

Pada saat upacara siraman, prosesi dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan kesakralan. Biasanya, ada sesepuh atau orang dengan pengetahuan spiritual yang akan memimpin upacara ini. Mereka akan mengucapkan doa-doa serta memberikan nasihat dan harapan baik kepada kedua calon pengantin

Keluarga dan kerabat pun turut hadir sebagai bentuk dukungan serta kebahagiaan dalam momen sakral ini. Siraman dalam adat Betawi tidak hanya menjadi bagian dari ritual pernikahan semata, tetapi juga wadah bagi keluarga besar untuk saling mengikat hubungan, menyampaikan doa, serta mengenang nilai-nilai kearifan lokal yang telah turun-temurun. 

Acara siraman calon pengantin wanita dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Calon pengantin wanita mengenakan kain sarung serta kebaya tipis. Rambutnya diikat dalam gaya konde yang sederhana dan ditutupi oleh kerudung tipis untuk melindungi dari percikan air siraman.
  • Sebelum melakukan siraman, calon mempelai wanita memohon restu kepada kedua orang tuanya. Kemudian, dia diantarkan ke tempat siraman sambil diiringi oleh shalawatan badar.
  • Setelah itu, dia duduk di kursi yang telah disediakan.
  • Proses siraman dimulai dengan tukang piare yang memandikannya menggunakan air kembang setaman (memiliki tujuh macam rupa), sambil membacakan shalawat dan dzikir.

6. Ngerik dan Potong Centung

pengantin wanita Betawi
Foto via Yannie Wedding Organizer

Proses ini melibatkan pembersihan bulu-bulu halus di sekitar area kening, pelipis, tengkuk, dan leher calon pengantin wanita. Bulu-bulu tersebut dibentuk menjadi centung di sisi-sisi pipi dengan menggunakan uang logam sebagai penjepit, bertujuan untuk membawa berkah serta menjaga keselamatan pengantin. 

Untuk melengkapi prosesi ini, perlu dipersiapkan sehelai kain putih berukuran dua meter, rangkaian bunga setaman, cawan dengan air putih yang ditempatkan bersama satu bunga mawar atau jenis bunga lainnya sebagai tempat gunting, pedupaan, dan setanggi/gaharu. 

Selain itu, alat cukur, dua keping uang logam untuk menandai batas centung (yang merupakan lipatan sekali) dan sebagai tanda batas mencukur rambut, serta wadah sirih lengkap dengan isinya juga diperlukan.

7. Malam Pacar

Upacara ini adalah bagian dari tradisi pernikahan adat Betawi yang melibatkan pewarnaan kuku tangan dan kaki mempelai menggunakan pacar. Proses pemakaian pacar dipimpin oleh seorang tukang piare dan dimulai dari ibu calon mempelai wanita, dilanjutkan oleh para sesepuh, serta kerabat, dan sahabat dekat lainnya. 

Calon mempelai wanita akan disiapkan dengan busana serta riasan khas None, yang terdiri dari riasan tipis dan mengenakan busana kebaya encim. Daun pacar, sebuah bakul berisi beras, bumbu dapur, pisang raja, garam, kapur dan bumbu sirih, kue basah khas Betawi, serta sebuah bantal yang dilapisi daun pisang berukir diperlukan untuk kelancaran prosesi ini.

8. Ngerudat

prosesi pernikahan betawi
Foto via Jeima Bridal

Saat memasuki tahap awal dari prosesi akad nikah, terjadi ritual yang disebut ngerudat. Ngerudat merupakan saat di mana mempelai pria bersama rombongan keluarganya tiba di rumah pengantin perempuan dengan menggunakan delman hias. 

Kelompok mempelai pria membawa sejumlah barang, seperti sirih nanas yang dihias dan sebagai lamaran, sepasang roti buaya, mas kawin, sie, miniatur masjid, jung, kue pengantin, berbagai jenis buah-buahan, serta perlengkapan lainnya. Kelompok rudat terdiri dari:

  • Dua pria setengah baya mengenakan jas kain serebet yang bertugas sebagai juru bicara.
  • Dua orang penjaga yang bertugas sebagai pengawal calon suami yang mengenakan pakaian pangsi.
  • Calon suami yang mengenakan jas kain serebet diapit oleh pamannya dari pihak keluarga ayah dan ibu.
  • Rombongan rebana ketimpring atau ngarak.
  • Tiga pemuda yang mengenakan pakaian sadaria membawa sirih nanas sebagai lamaran, mahar, dan sirih nanas hiasan.
  • Tiga pemuda membawa miniatur masjid, kekudang, dan kue susun pengantin.
  • Beberapa pemuda membawa roti buaya, sie, pesalin, idam-idaman, dan perlengkapan lainnya.

9. Palang Pintu

tradisi pernikahan Betawi
Foto: Palang Pintu Seniman Bebas

Palang pintu adalah suatu adat yang melibatkan pertukaran pantun dan pertunjukan silat sebelum mempelai pria diizinkan masuk ke rumah pengantin wanita. Awalnya, pihak keluarga mempelai pria menjelaskan tujuan kedatangan mereka yang dilanjutkan dengan permainan pantun dan doa. 

Selanjutnya, keluarga dari pihak mempelai wanita akan menguji keberanian atau keterampilan calon pengantin pria dalam silat. Setelah tahapan ini, acara dilanjutkan dengan prosesi ijab qabul, yakni pertukaran akad nikah.

10. Di Puade

prosesi adat pernikahan betawi dipuade
Foto via Sista Decoration

Ini adalah tahapan di mana pengantin duduk di atas puade dan diumumkan secara resmi sebagai pasangan suami istri. Pengantin pria memberikan sirih darah yang menyelipkan uang sembe kepada mempelai wanita sebagai simbol dari kasih sayang. Setelah itu, pengantin pria akan mengangkat cadar atau roban tipis yang menutupi wajah istrinya. 

Kemudian, acara dilanjutkan dengan penghormatan dan cium tangan dari mempelai wanita kepada pengantin pria, serta keduanya melakukan sembah kepada kedua orang tua mereka. Pada tahap selanjutnya, orang tua memberikan suapan terakhir berupa nasi kuning kepada putra dan putri mereka sebagai tanda pamit terakhir sebelum memulai kehidupan baru bersama pasangannya.

11. Acare Negor

Setelah acara pernikahan pada malam hari, suami serta teman-temannya akan mengunjungi rumah istri. Meskipun telah melangsungkan akad nikah, pasangan baru tersebut tidak langsung tinggal bersama di satu tempat, tetapi mereka diizinkan untuk bermalam di rumah sang istri.

12. Pulang Tige Ari

Pengantin adat Betawi
Foto via Jafa’s Wedding Organizer

Setelah tiga hari menikah, pihak mempelai pria akan mengirimkan makanan kepada keluarga wanita sebagai ungkapan rasa syukur atas pernikahan. Setelah tahap ini, barulah mempelai pria diizinkan membawa istrinya untuk tinggal bersama.

Dalam prosesi pernikahan adat Betawi, terdapat beberapa elemen unik yang memiliki makna mendalam, seperti upacara palang pintu. Upacara tersebut bertujuan untuk mempersiapkan si pria agar kelak menjadi pemimpin agama dan keluarga yang baik. Salah satu keunikan lainnya terletak pada fakta bahwa sehari setelah akad nikah, suami istri belum diizinkan untuk melakukan hubungan badan. 

Meskipun demikian, ia tetap menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Untuk menghadapi situasi tersebut, sang suami akan meletakkan uang tegor di bawah taplak meja. Prosesi pernikahan adat Betawi tidak hanya mencerminkan kekayaan tradisi dan nilai-nilai budaya, tetapi juga menampilkan keunikan dan makna mendalam dalam setiap tahapannya.

Melalui upacara-upacara yang sarat akan simbolisme, pernikahan adat Betawi menggambarkan kesucian, komitmen, serta harapan akan kebahagiaan dan keberkahan bagi pasangan pengantin. Dengan demikian, pernikahan adat Betawi tetap mempertahankan keaslian dan keunikan warisan budaya yang patut dilestarikan dan diapresiasi.