Apa yang muncul pertama kali di benak kamu ketika membicarakan tentang pakaian adat Bali? Riasannya? Kebaya? Atau malah tarian daerahnya? Seperti daerah di Indonesia lainnya, Bali juga memiliki beberapa pakaian adat yang memiliki makna dan filosofi mendalam di baliknya. Untuk itu pada kesempatan kali ini, kami akan membagikan 3 jenis baju pengantin Bali yang jarang diketahui. Yuk simak ulasan selengkapnya di bawah ini!
Masyarakat Bali masih berkaitan erat dengan sistem kasta yang ada. Hal ini turut mempengaruhi pakaian yang digunakan untuk melangsungkan upacara adat, begitu juga dengan pernikahan. Ada 3 jenis baju adat Bali yang digunakan untuk kalangan tertentu dengan maknanya tersendiri. Semua akan kami bahas lebih rinci di bawah ini.
Baju adat Bali yang pertama adalah Payas Agung yang memiliki tampilan lebih mewah dan menawan dibandingkan busana adat Bali lainnya. Pakaian Payas Agung ini berasal dari Buleleng pada masa Kerajaan Badung, busana ini digunakan hanya oleh keluarga kerajaan. Pemakaiannya pun hanya untuk acara khusus seperti pada pernikahan, mesangih (upacara kikir gigi), munggah deha (upacara kedewasaan), pitra yadnya (ngaben), dan upacara adat lainnya.
Untuk saat ini, Payas Agung dijadikan sebagai baju pengantin Bali. Kombinasi warnanya yang cerah menggambarkan kebahagiaan dan kegembiraan. Tiap daerah juga memiliki ciri khasnya sendiri, namun masih sesuai dengan pakem yang ada. Seperti misalnya Payas Agung adat Medeeng Singaraja yang ada di Buleleng berbeda dengan Payas Agung adat Asak Karangasem.
Detail baju pengantin Bali dan riasan untuk pria dan wanita akan dibahas lebih lanjut di bawah ini:
Payas Agung yang dikenakan oleh pengantin wanita berupa atasan dan bawahan dengan corak dan warna khas Bali. Atasan baju pengantin Bali ini disebut dengan angkin prada yang dipakai menyerupai stagen. Atasan ini juga dilengkapi dengan selendang yang disampirkan pada bahu, sedangkan untuk bawahannya sendiri mengenakan kain songket khas Bali sepanjang mata kaki.
Hiasan rambut untuk Payas Agung berupa sanggul yang dilengkapi dengan mahkota berbahan emas. Di atas sanggul, ditambahkan 3 jenis hiasan bunga, yaitu cempaka kuning, cempaka putih, dan kenanga yang disusun tinggi. Tiga bunga ini melambangkan Tri Mukti. Cempaka kuning melambangkan Dewa Brahma, cempaka putih melambangkan Dewa Siwa, dan kenanga melambangkan Dewa Wisnu. Sedangkan posisinya yang disusun tinggi melambangkan kedudukan Tuhan yang tinggi sesuai dengan kepercayaan Hindu.
Tidak hanya itu, pengantin wanita juga menggunakan perhiasan lainnya seperti gelang kana, petitis (bagian mahkota yang terletak di tengah dahi), badong (perhiasan yang digunakan di leher untuk menutupi bahu), puspa lembo, subeng (perhiasan telinga dengan ukiran yang detail dan menarik), dan perhiasan lainnya yang berwarna emas.
Riasan wajahnya sendiri juga memiliki fungsi dan makna filosofis. Seperti pada bagian dahi yang dibentuk lengkungan atau srinata yang bertujuan untuk mengoreksi bentuk dahi. Ada juga bulatan kecil dengan warna merah di tengah dahi yang melambangkan keselamatan dan kesejahteraan.
Baju pengantin Bali Payas Agung untuk pria sendiri berupa kamben, kampuh, dan umpal dengan motif keemasan. Kamben atau kamen adalah kain bawahan yang menyerupai sarung, namun lebih menonjolkan motif persegi. Bahan kainnya sendiri biasanya terbuat dari kain yang halus dan tipis.
Kampuh adalah kain yang digunakan di atas kamen. Kampuh juga disebut dengan kain saput yang digunakan dengan cara melingkar pada pinggang dari sisi kiri ke kanan. Bagian bawahnya sendiri lebih pendek daripada kamen. Tujuan pemakaian kampuh adalah untuk menutupi lekuk tubuh. Sedangkan umpal adalah selendang kecil yang dikaitkan dengan simpul hidup di sebelah kanan. Ujung selendang ini harus terlihat di bawah baju yang merupakan simbol agar pengantin pria bisa mengendalikan hal buruk.
Pengantin pria juga akan mengenakan udeng, yaitu ikat kepala khas Bali dari kain yang diikat secara manual dan memiliki bentuk asimetris dengan sisi sebelah kanan yang lebih tinggi dibandingkan sisi kiri. Bentuk ini memiliki makna agar setiap orang selalu berusaha melakukan kebajikan.
Tidak hanya itu, pengantin pria juga akan mengenakan perhiasan untuk melengkapi baju pengantin Bali Payas Agung. Perhiasan yang digunakan tidak jauh berbeda dengan pengantin wanita, yaitu pengantin pria akan mengenakan gelang kana, subeng, badong, dan gelang naga satu.
Baju adat Bali berikutnya disebut dengan Payas Madya yang biasanya digunakan untuk melakukan upacara atau sembahyang ke pura. Busana adat bali ini mengemban tapak dara atau Swastika yang memiliki makna sebagai berikut:
Payas Madya untuk pria dan wanita berbeda dan memiliki maknanya masing-masing. Berikut penjelasan lebih lengkapnya:
Busana Payas Madya yang digunakan oleh kaum laki-laki Bali biasanya terdiri dari:
Udeng, yang merupakan penutup kepala dari kain yang dililitkan pada kepala secara manual. Cara mengikatkannya adalah dari sisi kanan dan kiri yang melambangkan sisi positif dan negatif. Kemudian kain tersebut dipertemukan di bagian tengah dan diikat menjadi simpul yang melambangkan suatu kenetralan. Tidak heran jika udeng sendiri melambangkan suatu pengendalian diri.
Ada 3 jenis udeng Bali yang biasa dipakai, yaitu Udeng Jejateran yang biasa digunakan untuk ke kuil dan kegiatan sosial, Udeng Kepak Dara yang hanya digunakan oleh para raja, dan Udeng Beblatukan yang dikenakan oleh pemuka agama.
Kemeja putih untuk melambangkan kesucian dan biasa digunakan saat sembahyang dan mengunjungi pura. Ada juga kemeja hitam yang digunakan saat berkabung, yaitu pada upacara ngaben yang merupakan upacara pembakaran jenazah yang dilakukan umat Hindu di Bali.
Kamben, adalah kain panjang yang menutupi dari pinggang hingga satu jengkal di atas telapak kaki. Kamben juga dililit dari kiri ke kanan yang melambangkan bahwa laki-laki harus memegang dharma atau kebenaran. Sedangkan panjang kamben sendiri melambangkan agar laki-laki bisa melangkah lebih jauh karena ada tanggung jawab yang harus diemban. Kamben juga memiliki ujung kain yang menyentuh tanah dan melambangkan bakti pada ibu pertiwi.
Berikut adalah busana lengkap Payas Madya yang digunakan oleh wanita Bali:
Payas Alit juga dikenal dengan Payas Nista. Kata “alit” sendiri memiliki arti kecil yang menunjukkan bahwa busana Payas Alit ini berada pada tingkatan paling rendah dibandingkan dua payas di atas.
Payas Alit sendiri digunakan sebagai pakaian sehari-hari untuk kegiatan ngayah atau gotong royong dan sembahyang harian di rumah. Pada zaman dahulu, pakaian ini dikenakan oleh rakyat biasa yang biasanya berprofesi sebagai petani atau nelayan. Meskipun terlihat sederhana, namun pemakainya tetap terlihat anggun.
Ciri khas busana Payas Alit adalah warnanya yang putih bersih. Pemakaiannya untuk pria dilengkapi dengan udeng dan kamen, sedangkan untuk wanita dilengkapi dengan kamen dan selendang.
Itu dia pembahasan lengkap mengenai baju pengantin Bali dan busana adat Bali lainnya yang digunakan pada acara tertentu. Mana busana yang ingin kamu coba?
Nggak terasa tahun 2024 akan segera usai! Dalam fashion jewellery, perhiasan emas selalu menjadi pilihan…
Cincin bukan sekadar aksesori; ia adalah bahasa tanpa kata yang mampu mengungkapkan cinta, komitmen, dan…
Halo, calon pengantin! Siapa sih yang nggak pengen momen pernikahannya berjalan mulus tanpa hambatan? Buat…
Pernikahan adalah salah satu momen paling berharga dalam hidup, dan persiapannya tentu nggak boleh asal-asalan.…
Kamu mungkin sudah sering mendengar kalau menikah itu adalah salah satu momen terindah dalam hidup.…
Mau acara lamaran yang nggak sekedar tepuk tangan dan tukar cincin? Saatnya bikin momen yang…