pakaian adat aceh

Mengenal Lebih Dekat 8 Pakaian Tradisional Unik dalam Pernikahan Adat di Indonesia

Upacara adat pernikahan mempertontonkan keindahan budaya dan tradisi yang kaya. Di antara ritual yang menghiasi perayaan ini, pakaian adat memegang peran penting dalam menambahkan sentuhan magis dan keunikan. 

Pakaian adat memiliki keunikan masing-masing dan dengan filosofi yang dimiliki setiap unsurnya, busana tersebut memberikan makna mendalam pada momen sakral pernikahan. Dari banyaknya suku dan pakaian adat pernikahannya, berikut kami memperkenalkan 8 busana tradisional unik dari budaya-budaya Indonesia yang mungkin kamu belum tahu. 

Lihat sampai habis dan kamu akan terkesima dengan keindahannya!

Baju Pokko dari Toraja

Baju Pokko dari Toraja
Foto: instagram/jastimuapapua

Budaya yang mengagumkan dari suku Toraja melimpah dengan keindahannya, menjadi daya tarik utama bagi banyak orang. Sebagai warisan turun-temurun, suku Toraja membanggakan baju adatnya, terutama yang dikenal dengan Pokko. Pokko merupakan pakaian tradisional adat yang secara khusus dipakai oleh perempuan Toraja, dengan ciri khas dan detail istimewa.

Bagi masyarakat Toraja, penggunaan baju Pokko ini juga menandakan kedudukan sosial dan usia seseorang. Anak perempuan biasanya mengenakan Pokko dengan desain lebih sederhana dan warna yang cerah. 

Namun, bagi remaja hingga dewasa, baju Pokko yang digunakan biasanya berwarna merah, kuning, dan putih, dilengkapi dengan beragam aksesoris. Ketika memasuki pernikahan, baju Pokko bagi pengantin akan menjadi lebih megah. 

Warna-warna yang dipilih untuk baju Pokko pengantin cenderung mencolok, seperti emas, perak, biru, atau putih, disesuaikan dengan selera dan tema pernikahan. Tak hanya itu, aksesoris yang menyertainya pun lebih kompleks, termasuk hiasan kepala, kalung, gelang, dan bahkan keris atau gayang.

Ulee Balang dari Aceh

Ulee Balang dari Aceh
Foto: instagram/dindamaulinaaa

Ulee Balang, sebuah busana adat dari Provinsi Aceh, memiliki sejarah yang kaya dan menarik. Awalnya, Ulee Balang hanya dikenakan oleh anggota keluarga kerajaan, tetapi sekarang telah menjadi simbol dari budaya Aceh dan sering dipakai di upacara adat. 

Bagi pria, busana adat Aceh yang dikenakan adalah Linto Baro, sementara wanita menggunakan baju Daro Baro. Konon, busana adat ini telah ada sejak zaman Kerajaan Samudera Pasai.

Baju Linto Baro adalah pakaian tradisional Aceh yang digunakan oleh para pria, baik dalam acara pengantin maupun upacara adat lainnya. Pakaian ini terdiri dari baje meukasah (baju dengan leher tertutup), cekak musang (jas dengan celana panjang), serta kain sarung (ija lamgugap), yang dilengkapi dengan sebuah rencong atau siwah, meukeu top (kopiah sebagai penutup kepala yang umum), serta tengkulok atau tompok.

Sementara itu, Daro Baro adalah busana adat tradisional bagi wanita Aceh. Biasanya terdiri dari baju kurung berlengan panjang, celana cekak musang, serta sarung (ija pinggang), ditambah dengan perhiasan. Desain busana adat perempuan ini dipengaruhi oleh budaya Melayu, Arab, dan Cina, sehingga tampak anggun dan longgar. 

Dengan keindahan dan keunikannya, busana tradisional Aceh memberikan warna tersendiri dalam upacara adat serta kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Pepadun dari Lampung

Baju adat Pepadun dari Lampung
Foto: instagram/adat_lampung

Dalam upacara pernikahan suku Lampung Pepadun, kedua mempelai memakai pakaian adat yang elegan berwarna putih. Sang pengantin wanita memakai baju kebaya putih yang dipadukan dengan sarung tapis berumbai ringgit, sementara mempelai pria mengenakan kemeja dan celana panjang bersama sarung tumpal. Semuanya terbuat dari bahan songket yang sama. Sandal tertutup adalah bagian penting dari penampilan kedua mempelai. 

Aksesoris menjadi penambah keanggunan pada penampilan mereka. Keduanya memakai kalung papan jajar, kalung buah jukum, selempang pinang, serta gelang burung, kano, dan bibit. Pengantin pria juga mengenakan ikat pinggang serrate. 

Namun, yang membedakan adalah aksesoris khusus untuk masing-masing. Pengantin wanita mengenakan siger sebagai hiasan kepala dan kopiah emas untuk aksesoris pada mempelai pria. 

Di atas siger pengantin wanita, terdapat seraja bulan sebagai hiasan kecil. Ia juga memakai subang, perhiasan berbentuk buah kenari dari emas yang biasanya digantungkan di ujung daun telinga.

Baru dan Õröba Si’öli dari Nias

Busana tradisional Baru dan Õröba Si’öli dari Nias
Foto: instagram/jose_photography01

Pakaian adat tradisional suku Nias dikenal dengan nama Baru Oholu untuk pria dan Õröba Si’öli yang dikenakan wanita. Biasanya, pakaian adat ini dominan emas atau kuning, seringkali dikombinasikan dengan warna lain seperti hitam, merah, dan putih.

Secara umum, pakaian adat Nias sering dipakai dalam berbagai kegiatan, termasuk upacara pernikahan. Penggunaan busana adat menunjukkan bahwa pernikahan tersebut diakui secara resmi dan sesuai dengan aturan suku yang berlaku di kalangan masyarakat Nias.

Kustin dari Kalimantan Timur

pakaian tradisional Kustin dari Kalimantan Timur
Foto: cekaja.com

Pakaian tradisional Kalimantan Timur berupa kustin, adalah jenis busana yang khas digunakan oleh pasangan pengantin. Kustin memiliki makna kebesaran dan dahulu biasanya dipakai oleh pasangan pengantin dari kalangan menengah ke atas. Busana kustin untuk pria terbuat dari beludru hitam, dengan lengan panjang dan kerah tinggi.

Bagian ujung lengan, kerah, dan dada biasanya dihiasi dengan pasmen. Atasan kustin dilengkapi dengan celana panjang berwarna senada dengan baju. Di luar celana, dipakaikan dodot rambu, sejenis kain panjang yang dihiasi dengan rumbai-rumbai berwarna keemasan di ujungnya.

Sementara itu, kustin untuk pengantin perempuan terbuat dari bahan yang serupa. Modelnya menyerupai kebaya dengan kerah tinggi dan lengan panjang. Bagian leher dan depan baju dihiasi dengan pasmen. Di bagian puncak belakang, pengantin memakai kelibun berwarna kuning, yang terbuat dari sutera.

Untuk kainnya, pengantin perempuan mengenakan tapeh berumbai emas yang diletakkan di bagian depan. Ia juga mengenakan sanggul (gelung kutai), dihiasi dengan gerak gempa atau kembang goyang yang terbuat dari logam berlapis emas.

Baju adat dari Suku Rote

Baju adat dari Suku Rote
Foto: instagram/warsada_gallery

Pakaian adat suku Rote menonjol sebagai salah satu lambang baju adat Nusa Tenggara Timur yang dikenal secara luas di seluruh Indonesia. Poin menariknya adalah ti’i langga yang dikenakan pria, sebuah penutup kepala berbentuk sombrero khas Mexico dan terbuat dari daun lontar.

Para pria mengenakan kemeja lengan panjang berwarna putih, dipadukan dengan sarung tenun ikat berwarna gelap sebagai bawahan. Mereka juga melilitkan selendang motif di atas bahu untuk menutupi dada. Sementara itu, wanita mengenakan kombinasi kebaya dengan bawahan dari kain tenun.

Laku Tepu dari Sulawesi Utara

Baju adat Laku Tepu dari Sulawesi Utara
Foto: Pesona Indonesia

Baju adat Laku Tepu berasal dari wilayah Sangihe dan Talaud. Nama “Laku Tepu” diambil dari kata “laku” yang berarti pakaian dan “tepu” bermakna agak sempit. Konsep Laku Tepu merujuk pada pakaian yang memiliki leher agak sempit atau tertutup. 

Baju ini umumnya dikenakan dalam upacara adat Tulude, sebuah acara tahunan yang merupakan bagian dari warisan budaya nenek moyang turun-temurun di wilayah tersebut. Baju adat Laku Tepu untuk pria dan wanita memiliki kesamaan yang signifikan. 

Keduanya berbentuk pakaian dengan lengan panjang, mencerminkan keagungan masyarakat Sangihe Talaud. Pakaian ini dibuat dari kain kofo atau fami manila, jenis kain lokal yang terbuat dari campuran serat pisang abaka (manila hennep) dan kulit kayu. Kedua jenis serat ini diolah dan ditenun menggunakan alat bernama kahuwang.

Paksian dari Pangkalpinang

baju adat Paksian dari Pangkalpinang
Foto: instagram/rizaherdavid

Paksian merupakan busana pengantin yang khas dari Pangkalpinang. Busana untuk pengantin perempuan terdiri dari baju kurung yang terbuat dari sutra atau beludru, awalnya dikenal sebagai baju Seting. 

Bagian kepala wanita dihiasi dengan mahkota yang disebut Paksian. Sedangkan pengantin pria mengenakan sorban yang disebut sungkon. Pengaruh dari budaya Cina dan Arab sangat terlihat dalam pakaian ini.

Menurut cerita yang dipercayai oleh orang tua, pakaian pengantin perempuan ini berasal dari Cina. Kisahnya menceritakan tentang seorang pedagang Arab yang datang ke Cina untuk berdagang sambil menyebarkan agama Islam. 

Dia jatuh cinta dengan seorang gadis Cina dan kemudian menikahinya. Pernikahan ini menjadi awal mula penggunaan pakaian adat masing-masing budaya. Kemudian, karena banyaknya imigran Cina dan Arab di Pulau Bangka, terutama Pangkalpinang yang merupakan pusat aktivitas masyarakat pada masa itu, termasuk pernikahan, banyak penduduk setempat mulai mengadopsi pakaian adat tersebut.

Nah, gimana menurut kamu? Indah-indah bukan delapan pakaian adat yang sudah kami kenalkan? Busana adat pengantin mana, nih, yang paling menarik perhatianmu?