hukum perkawinan dalam Islam

Hukum Pernikahan dalam Agama Islam yang Harus Kamu Ketahui

Bagaimana hukum pernikahan menurut Islam? Dalam agama Islam, menikah merupakan ibadah yang paling lama karena dilakukan selama seumur hidup bagi sang suami maupun sang istri. Untuk itu, butuh banyak persiapan tidak hanya materi saja, tapi juga fisik dan mental yang sehat dan kuat dari kedua belah pihak agar perjalanan rumah tangga bisa dijalani dengan baik tanpa hambatan dan minim pertengkaran.

Maka dari itu, penyatuan dua insan ini menjadi sangat sakral dan harus dilakukan dengan dasar agama, agar kedua pasangan bisa sama-sama menjalani kehidupan pernikahan dengan bahagia. Dalam sebuah hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pun pernah bersabda:

Menikahlah kalian dengan perempuan yang paling dicintai dan paling banyak memberi keturunan. Sebab, aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian atas umat-umat lain pada hari Kiamat,” (HR Ahmad).

Dari hadits ini, Rasulullah menjadikan pernikahan sebagai ibadah yang dianjurkan dan juga dibanggakan. Dalam agama Islam sendiri, ada lima hukum perkawinan yang mengatur pernikahan itu sendiri. Apa saja kelima hukum tersebut?

Tujuan Pernikahan

hukum perkawinan dalam islam
Foto via The Sasongko Wedding Organizer

Tak hanya menyatukan dua insan yang saling mencintai untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia, lebih dari itu, pernikahan merupakan suatu ibadah mulia yang dijanjikan pahala yang besar oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Berikut enam tujuan pernikahan dalam pandangan Islam:

1. Menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala

Dalam surat an-Nur ayat 32 Allah berfirman;

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa menikah berarti mematuhi perintah yang Allah berikan. Dengan memenuhi perintah tersebut, umat Muslim dapat merasakan kebahagiaan dan keberkahan yang melimpah. Kebahagiaan ini dianggap sebagai bagian dari rezeki, sehingga umat Muslim tidak perlu cemas mengenai penghidupan yang akan mereka dapatkan.

2. Menjalankan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam

hukum perkawinan dalam islam
Foto via Rose Arbor Seserahan

Dari riwayat Ibnu Majah, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat).” (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).

Pernyataan ini menegaskan bahwa bagi yang tidak mengamalkan sunnah menikah, seseorang bukanlah bagian dari umat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Ini menyoroti pentingnya pernikahan sebagai bagian integral dari ajaran Islam dan hidup sebagai seorang Muslim. 

Selain itu, dengan melibatkan diri dalam pernikahan sesuai ajaran Islam, umat Muslim diyakini akan mendapatkan keberkahan dari Allah. Dengan menekankan sunah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam sebagai landasan, pernikahan dipandang sebagai jalan yang membawa keberkahan dan kehormatan dalam kehidupan seorang Muslim.

3. Menyempurnakan Separuh Ibadah atau Agama

Dari Tabrani dan Hakim, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

“Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh ibadahnya (agamanya). Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam memelihara yang sebagian sisanya.” (HR. Tabrani dan Hakim).

Dalam Islam, menikah merupakan penyempurna setengah dari agama. Dalam konteks ini, penyempurnaan agama dapat diartikan sebagai menjaga kehormatan dan menjauhkan diri dari perbuatan terlarang. Oleh karena itu, melalui pernikahan, suami dan istri diharapkan dapat menjaga kehormatan diri dan mengendalikan nafsu, sehingga terhindar dari perbuatan zina.

4. Mencegah Perbuatan Zina

fungsi pernikahan
Fotografi: Aspherica

Dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan ulama lainnya, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” 

Pernikahan memiliki tujuan untuk menjaga kehormatan diri sendiri, sehingga seseorang dapat terhindar dari perbuatan maksiat dan melanggar larangan dalam agama Islam. Melalui pernikahan, baik sang suami maupun sang istri diharapkan bisa mempertahankan kepatuhan terhadap ajaran agama dengan menjaga pandangan dan menghindari perbuatan zina.

5. Menyenangkan Hati

Dalam Al-Qur’an surat al-Furqan ayat 74 Allah berfirman;

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Pernikahan dalam Islam dianggap sebagai sarana untuk menumbuhkan dan memelihara rasa cinta yang kuat antara suami dan istri. Konsep cinta dalam pernikahan Islam mencakup tidak hanya aspek romantis, tetapi juga kasih sayang, pengertian, dan dukungan antarpartner. 

Dari pasangan yang saling menyenangkan hati satu sama kain dan senantiasa berbahagia, maka niscaya akan tercipta menciptakan keturunan yang saleh dan salehah juga mencerminkan nilai-nilai keluarga yang dianut dalam Islam. Keturunan yang saleh diharapkan menjadi titik fokus dalam mendidik generasi yang mematuhi ajaran agama dan membawa manfaat bagi masyarakat.

6. Memiliki Keturunan yang Baik

tujuan pernikahan menurut Islam
Fotografi: Aspherica

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Thur ayat 21).

Dari ayat di atas dapat ditafsirkan bahwa pernikahan tidak hanya dianggap sebagai ikatan antara dua individu, tetapi juga sebagai tanggung jawab moral dan spiritual untuk mendidik dan membimbing keturunan agar tumbuh menjadi individu yang saleh dan salehah.

Tanggung jawab ini dianggap sebagai bentuk ibadah dan sedekah yang dapat membawa keberkahan di dunia dan akhirat. Dengan demikian, pernikahan dalam pandangan Islam bukan hanya mengenai kebahagiaan pasangan, tetapi juga mengenai kontribusi positif terhadap pembentukan generasi yang beriman dan bertanggung jawab.

Hukum Perkawinan dalam Islam

tentang pernikahan dalam islam
Fotografi: Aspherica

Meski merupakan suatu perintah Allah dan juga anjuran Rasulullah, menikah bukanlah suatu perkara yang mudah dan bisa dilaksanakan sesuka hati. Ada kondisi dimana menikah merupakan suatu kewajiban, namun ada juga masa dimana menikah menjadi haram dan tidak boleh dilakukan. Jika mempertimbangkan “illah” atau kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi hukum perkawinan dalam Islam, maka ada lima hukum menikah dalam Islam, yakni wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram. Apa saja yang mendasari kelima hukum menikah tersebut?

1. Wajib

Hukum nikah menjadi wajib jika seseorang tersebut memiliki kemampuan untuk menikah. Kemampuan ini mencakup tidak hanya aspek fisik dan mental tetapi juga kemampuan memberikan nafkah, yang melibatkan mahar, sandang, pangan, dan papan. Wajibnya nikah juga terkait dengan keinginan kuat seseorang untuk menyalurkan gairah seksualnya. Dalam Islam, pernikahan dipandang sebagai sarana yang sah dan terpuji untuk memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang halal dan sesuai aturan agama.

Menikah juga menjadi wajib apabila seseorang tersebut ingin mencegah diri dari terjerumus ke dalam kemaksiatan, terutama zina. Pernikahan dipandang sebagai langkah preventif untuk menjaga kehormatan dan moralitas. Wajibnya nikah dalam Islam memperlihatkan pemahaman agama terhadap fitrah manusia dan kebutuhan seksualnya. Dengan menekankan tanggung jawab moral dan finansial, Islam mengarahkan individu untuk menjalani pernikahan sebagai jalan yang halal dan diberkahi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

2. Sunnah

pernikahan sederhana di rumah
Foto via instagram/vitanovanti

Islam menganjurkan seseorang untuk segera menikah apabila mereka telah memiliki kemampuan, baik itu secara kemampuan finansial, fisik, maupun mental untuk menikah. Kemampuan ini mencakup kesiapan dalam mengemban tanggung jawab pernikahan. Selain itu, menikah juga menjadi sunnah hukumnya apabila timbul kekhawatiran bahwa tanpa menikah, mereka mungkin terjerumus ke dalam perbuatan maksiat, seperti zina.

Sunnah dalam Islam menunjukkan tindakan yang dianjurkan atau disunnahkan untuk dilakukan, meskipun tidak wajib. Dalam hal nikah, ini menunjukkan bahwa menikah adalah tindakan yang sangat dianjurkan dan diberkahi. Hukum nikah sebagai sunnah mencerminkan prinsip keseimbangan antara kebutuhan fisik dan spiritual individu. Menikah dianggap sebagai cara untuk mencapai keharmonisan dalam hidup dan menjaga keseimbangan antara aspek-aspek tersebut.

3. Makruh

hukum perkawinan dalam islam
Fotografi: Aspherica

Hukum menikah yang ketiga, yaitu makruh. Pernikahan dikatakan makruh apabila seseorang tidak memiliki keinginan untuk menikah atau tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi hak dan kewajibannya dalam pernikahan, baik itu karena perwatakannya atau karena suatu penyakit. Karena dalam Islam, pernikahan seharusnya dibangun atas dasar keinginan yang tulus dan sukarela dari kedua belah pihak.

Jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarga, maka menikah dalam kondisi tersebut dianggap makruh. Ini mungkin mencakup ketidakmampuan finansial atau kondisi kesehatan yang dapat menghambat seseorang dalam memenuhi kewajibannya dalam pernikahan. Hukum pernikahan makruh dalam konteks ini menunjukkan kebijakan Islam untuk mencegah kerugian bagi pasangan. 

Menikah tanpa kemampuan untuk memenuhi hak-hak pasangan dapat merugikan baik suami maupun istri, dan oleh karena itu, dihindari dalam Islam. Dengan menekankan hukum makruh, Islam menegaskan pentingnya menjaga keadilan, keberlangsungan pernikahan yang sehat, dan melindungi hak-hak individu yang terlibat dalam pernikahan.

4. Mubah

pernikahan dalam islam
Fotografi: Aspherica

Pernikahan dianggap sebagai mubah, atau diperbolehkan dalam Islam jika diniatkan menjadi solusi untuk mencegah terjerumusnya seseorang ke dalam perbuatan zina saja, tanpa ada niat untuk membangun rumah tangga yang sesuai dengan syariat Islam. Artinya, tidak ada faktor pendorong maupun faktor penghalang yang kuat untuk melakukan pernikahan. Oleh karena itu, niat dan motivasi seseorang untuk menikah dapat mempengaruhi status hukum pernikahan itu sendiri.

Selain itu, pernikahan menjadi mubah apabila tidak ada kekhawatiran bahwa seseorang akan menelantarkan pasangannya. Ini menunjukkan pentingnya tanggung jawab dalam pernikahan, dan Islam menekankan perlunya menjaga hak-hak pasangan. Jika berada dalam posisi ini, sebaiknya menunda keinginan untuk menikah sampai memiliki kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab pernikahan, terutama dalam hal finansial. Hal ini menunjukkan kebijakan Islam untuk mendorong pernikahan ketika seseorang telah siap dari segi kesiapan hidup.

Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nur ayat 33 yang berbunyi;

Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya”.

5. Haram 

syarat wajib nikah
Foto via Rose Arbor Seserahan

Sebuah hubungan pernikahan yang diharapkan membawa keberkahan pun bisa menjadi haram apabila dilakukan bukan atas dasar untuk mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala. Jika seseorang memiliki niat buruk atau tujuan yang melanggar prinsip-prinsip agama dalam menikah, seperti berniat untuk menyakiti dan menyiksa pasangan, maka hal ini dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan menjadikan pernikahan tersebut bernilai haram. Hukum haram menunjukkan kepedulian Islam terhadap hak dan kesejahteraan pasangan.

Pernikahan juga tidak boleh dilakukan oleh mereka yang tidak mampu melakukannya secara lahir batin. Ini bisa mencakup ketidakmampuan secara finansial, emosional, atau dalam hal tanggung jawab pernikahan. Apalagi jika ada potensi mudarat atau kerugian yang mungkin dialami oleh istri, maka hal ini jelas haram untuk dilakukan karena akan menimbulkan kerugian. Kerugian ini bisa mencakup aspek finansial, emosional, atau keberlanjutan hubungan pernikahan yang sehat.

Dengan mengharamkan pernikahan dengan niat buruk, Islam berupaya melindungi individu dari kemungkinan perlakuan tidak adil atau merugikan dalam hubungan pernikahan. Islam juga menegaskan pentingnya membangun hubungan pernikahan yang didasarkan pada saling menghormati, keadilan, dan kasih sayang.

Setiap pasangan yang menikah pasti menginginkan kehidupan pernikahan yang bahagia, dilimpahi keberkahan juga sakinah, mawaddah dan warahmah. Untuk mencapai hal ini, penting untuk meluruskan niat kamu sebelum akhirnya memutuskan untuk membawa hubungan kamu ke jenjang pernikahan, karena niat sangat mempengaruhi hukum pernikahan yang kamu jalani. Tak hanya itu, kamu juga harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, tak hanya tentang kesiapan finansial, tapi juga fisik dan psikis yang mumpuni. Semoga Allah mudahkan, ya!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *