Mahar memegang peranan penting dalam proses akad nikah dalam masyarakat Islam. Mahar, yang dikenali juga sebagai shadaq atau mas kawin dalam konteks bahasa Indonesia, merupakan komponen yang penting dalam pernikahan.
Oleh karena itu, penting terutama bagi kaum laki-laki untuk memahami sepenuhnya hukum maskawin dalam dalam Islam, karena mahar atau mas kawin menjadi alat yang digunakan untuk melamar wanita yang akan menjadi pasangan seumur hidupnya di masa depan.
Pengertian Mas Kawin atau Mahar
Mas kawin atau mahar adalah sesuatu yang diberikan oleh calon suami kepada calon isteri pada saat pernikahan. Adapun bentuk maskawin ini dapat berupa uang, barang, atau jasa. Al-Quran, khususnya Surat An-Nisa ayat 4, menekankan pentingnya memberikan maskawin dengan sukarela kepada wanita yang akan dinikahi.
Dalam bahasa Arab, maskawin atau mahar disebut dengan ‘al shidaq’, yang artinya pemberian dari suami kepada isteri. Ini menandakan keseriusan suami dalam pernikahan dan janjinya untuk memberi perlindungan serta kebutuhan kepada isteri.
Oleh karena itu, maskawin bukanlah hadiah atau seserahan semata. Ini mencerminkan penghargaan dan komitmen suami kepada isterinya, menunjukkan kesiapannya memberikan dukungan baik di dunia maupun di akhirat.
Hukum Maskawin dalam Islam
Berikut beberapa poin penting mengenai hukum dan fungsi maskawin dalam Islam:
Wajib Diberikan
Maskawin merupakan elemen yang sangat penting dalam proses akad nikah sehingga hukum mas kawin dalam Islam adalah wajib. Dengan kata lain, bagi seorang pria yang berniat untuk menikahi seorang wanita, ada kewajiban bagi pria tersebut untuk menetapkan dan memberikan sejumlah mas kawin kepada calon istrinya.
Hal ini menunjukkan bahwa mas kawin bukan hanya sekedar tradisi atau kebiasaan, melainkan merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memastikan sahnya sebuah pernikahan dalam pandangan hukum Islam. Dengan adanya mas kawin, pernikahan menjadi lebih terstruktur dan memberikan perlindungan serta pengakuan terhadap status serta hak-hak calon istri dalam ikatan pernikahan tersebut.
Bentuk dan Jumlah
Walaupun hukum maskawin dalam Syariat Islam adalah wajib, tetapi tidak ada ketentuan bentuk atau jumlah yang harus diberikan sebagai maskawin. Artinya, tidak ada ketentuan kaku yang mengatur bentuk atau nilai pasti dari maskawin yang harus diberikan. Maskawin bisa berbentuk harta, bisa uang tunai, atau barang-barang tertentu.
Ini semua tergantung dari kesepakatan yang dicapai antara calon mempelai pria dan wanita. Jadi, jika mereka berdua sepakat, misalnya, untuk menentukan jumlah uang atau jenis barang tertentu sebagai maskawin, maka itu menjadi patokan yang mereka pegang. Syariat memberikan ruang untuk kedua belah pihak berdiskusi dan menetapkan sesuai dengan kebutuhan serta kesepakatan mereka masing-masing.
Hak Milik Istri
Setelah mas kawin diserahkan dan diterima oleh wanita, maka maskawin tersebut sepenuhnya menjadi hak kepemilikan wanita. Dengan kata lain, suami tidak berwenang untuk mengambil kembali mas kawin tersebut kecuali jika ia mendapatkan izin atau persetujuan dari istrinya.
Ini menegaskan bahwa mas kawin bukanlah sesuatu yang bisa ditarik kembali secara sembarangan oleh suami, melainkan menjadi hak yang dilindungi dan dimiliki sepenuhnya oleh wanita setelah diterimanya.
Tidak Boleh Ditarik Kembali
Maskawin yang telah diserahkan oleh suami dan diterima oleh wanita memiliki status yang khusus. Secara prinsip, maskawin tersebut tidak bisa diambil kembali oleh suami tanpa adanya persetujuan atau kesepakatan dari kedua belah pihak, terutama dari wanita sebagai penerima maskawin. Ini mengindikasikan bahwa maskawin bukanlah suatu bentuk kompensasi yang bisa ditarik kembali dengan mudah oleh suami setelah proses pernikahan.
Adanya syarat kerelaan atau kesepakatan bersama menegaskan pentingnya keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak wanita dalam institusi pernikahan dalam ajaran Islam. Dengan demikian, maskawin menunjukkan komitmen suami untuk memberikan hak dan perlindungan kepada istrinya, dan hal ini harus dihormati dan dipatuhi sesuai dengan ketentuan syariat.
Penghormatan terhadap Wanita
Dalam tradisi dan ajaran hukum Islam, penting untuk memahami bahwa maskawin bukanlah sekadar transaksi atau imbalan materi yang sederhana. Lebih dari itu, pemberian mas kawin memiliki signifikansi mendalam sebagai simbol penghormatan dan pengakuan terhadap status serta martabat wanita dalam ikatan pernikahan.
Dengan memberikan maskawin kepada calon isteri, seorang pria sebenarnya menyatakan penghargaannya terhadap nilai, kedudukan, dan hak-hak wanita dalam hubungan pernikahan. Hal ini mencerminkan komitmen untuk mengakui dan menghormati peran serta kontribusi wanita dalam membangun keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu, maskawin menjadi lebih dari sekadar nilai materi; ia menjadi representasi dari nilai-nilai moral, etika, dan keadilan gender yang diajarkan dalam ajaran Islam, menegaskan pentingnya memperlakukan wanita dengan adil dan menghargai kedudukannya dalam kehidupan berumah tangga.
Perlindungan terhadap Wanita
Maskawin memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam memberikan perlindungan ekonomi kepada wanita. Ketika seorang wanita menerima mas kawin dari suaminya, ia tidak hanya menerima nilai materi, tetapi juga sebuah jaminan atau hak atas keamanan finansialnya.
Misalnya, dalam situasi yang paling sulit seperti meninggalnya suami atau terjadinya perceraian, maskawin berfungsi sebagai bentuk perlindungan bagi wanita tersebut. Ini berarti bahwa maskawin yang telah diterimanya dapat menjadi sumber keamanan finansial yang memberikan stabilitas dan dukungan, memungkinkannya untuk menjalani kehidupan dengan lebih tenang dan terjamin.
Dengan demikian, maskawin bukan hanya simbol dari penghormatan dan pengakuan, tetapi juga instrumen praktis yang memberikan wanita kedudukan yang lebih kuat dalam aspek ekonomi dalam konteks pernikahan dan kehidupan berumah tangga.
Ketentuan Mas Kawin dalam Islam
Para ulama mengatakan maskawin dapat diberikan dalam bentuk tiga hal, yakni:
Tsaman
Merupakan maskawin dalam bentuk uang yang telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri pernah memberikan maskawin dalam bentuk 500 dirham. Dirham merupakan uang perak yang digunakan dalam perniagaan pada zaman Rasulullah
Mutsamman
Selain uang, mas kawin juga bisa berupa barang atau benda berharga. Seperti yang diperbolehkan pada zaman Rasulullah, sahabat seringkali memberikan maskawin dalam bentuk emas atau bahkan barang lainnya. Jika ingin memberikan maskawin dalam bentuk barang, ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Yaitu, barang tersebut harus memiliki nilai atau mutamawwal, harus bersih dan tidak najis, serta bermanfaat
Sebaliknya, barang dianggap tidak layak sebagai mas kawin apabila:
- Barang tersebut merupakan benda yang kotor atau najis, seperti darah, bangkai, tinja, atau benda lain yang dianggap najis, termasuk hewan seperti babi dan anjing.
- Barang yang tidak memiliki nilai atau dianggap tidak berharga, seperti sampah atau barang yang tidak memiliki manfaat apapun.
- Barang yang tidak memberikan manfaat bagi penerima, seperti limbah yang tidak dapat dimanfaatkan.
- Barang dengan keberadaan yang tidak jelas, seperti mobil yang mungkin sedang dalam situasi pencurian atau peminjaman yang tidak pasti kembalinya.
- Barang yang sulit atau tidak mungkin untuk diserahkan, contohnya seperti ikan yang berada di tengah lautan yang tidak mungkin untuk diambil.
Ujrah
Selain harta, jasa atau pekerjaan juga bisa dianggap sebagai mas kawin. Ini terinspirasi dari kisah Nabi Musa yang menikahi anak perempuan Nabi Syuaib dengan memberikan jasa atau pekerjaan sebagai maskawinnya.
Namun, ulama memiliki pandangan yang berbeda tentang ujrah sebagai maskawin. Beberapa berpendapat bahwa mahar ujrah yang diberikan oleh Nabi kepada istri-istri mereka tidak dapat dianggap sebagai harta, padahal syarat sah mahar adalah memiliki nilai harta atau mutaqowwam. Sebagai contoh, dalam pernikahan Ummu Sulaim dan Abu Talhah, maharnya berbentuk penerimaan Islam oleh Abu Talhah.
Meskipun ada beberapa perbedaan pendapat, maskawin sejatinya memiliki nilai harta. Namun, ada situasi tertentu di mana maskawin bisa berbentuk lain, seperti hafalan Al-Quran. Dalam hal ini, hafalan Al-Quran yang dijadikan mas kawin haruslah memberikan manfaat, yaitu suami mengajarkan hafalan tersebut kepada istrinya. Jika tidak, atau jika mas kawinnya hanya berupa hafalan yang dimiliki oleh suami, maka bentuk hukum maskawin tersebut dianggap tidak sah.
Nah salah satu bentuk mas kawin yang sering diberikan adalah barang berupa perhiasan. Selain menunjukkan kemampuan ekonomi sang mempelai pria, perhiasan juga dianggap sebagai investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan nilai dan keamanan finansial keluarga. Lebih dari itu, perhiasan melambangkan keindahan, keabadian, dan keharmonisan hubungan pernikahan, sehingga memberikan makna mendalam tentang komitmen dan cinta yang abadi dalam ikatan suci.
Di V&CO Jewellery juga menyediakan berbagai jenis perhiasan yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai maskawin. Segera kunjungi laman V&CO Jewellery dan tentukan plihanmu!