Foto: Axioo
Ragam budaya Indonesia menghadirkan banyak variasi dalam tradisi dan adat istiadat, termasuk pada aspek berbusana di setiap daerah. Variasi itu pun tampak dalam pemakaian baju adat hingga aksesori dalam upacara pernikahan. Salah satunya yang cukup berkesan adalah baju pengantin Sunda yang menawan. Dengan ciri khasnya menggunakan mahkota pengantin Sunda atau sering disebut Siger Sunda, ternyata tak hanya sekedar aksesori belaka, tetapi juga mengandung filosofi yang penuh makna.
Nah, dalam artikel kali ini mari kita mengulas tentang keindahan dan makna yang tersimpan di balik kecantikan Siger Sunda secara spesifik, serta pakaian pengantin Sunda yang begitu memesona. Sentuhan tradisi yang kini masih tetap eksis, bahkan kian populer di kalangan anak muda yang mendambakan pernikahan dengan menggunakan adat Sunda. Yuk, kita selami bersama!
Siger Sunda adalah mahkota yang digunakan oleh pengantin wanita dalam upacara pernikahan adat Sunda. Hiasan kepala pengantin wanita Sunda ini terbuat dari campuran bahan logam dan beratnya bisa mencapai 2 kg.
Pemakaian siger ini memiliki akar sejarah yang panjang dan kaya, menggambarkan keindahan dan keagungan budaya Sunda. Sejak zaman Kerajaan Sunda, siger telah menjadi simbol keagungan dan kehormatan. Dalam konteks pernikahan, siger tidak hanya berfungsi sebagai hiasan kepala, tetapi juga sebagai simbol status dan identitas budaya.
Banyak disebutkan dari berbagai sumber tentang asal mula mahkota Siger Sunda ini. Diceritakan terinspirasi dari ornamen hiasan kepala yang dipakai oleh Subardha dan Srikandi. Dua orang tokoh kesatria perempuan yang terkenal akan ketangguhannya, namun di sisi lain juga memiliki keanggunan dan kelembutan yang memikat. Ini lah yang menginspirasi busana pernikahan Sunda hingga kini.
Dalam catatan sejarah, masyarakat Sunda telah mengenakan siger sejak masa kerajaan Pajajaran. Namun, pada masa itu tidak semua wanita Sunda bisa mengenakannya. Siger ini dahulu hanya diperuntukkan pada kaum bangsawan atau mereka yang memiliki status sosial tinggi. Kemudian seiring berjalannya waktu, pemakaian siger menjadi lebih inklusif dan dapat digunakan oleh masyarakat umum dalam upacara pernikahan.
Bila kita kaji lebih dalam lagi, perkembangan penggunaan Siger Sunda di wilayah Jawa Barat (khususnya di wilayah Priangan yang meliputi kabupaten Bandung, Cianjur, Sumedang, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis), ikut mendapat pengaruh dari budaya politik Kerajaan Mataram yang sempat menduduki daerah tersebut. Hal tersebut turut memberi variasi pada tampilan mahkota Sunda Priangan, yang kemudian berdasarkan tampilannya dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu Sunda Sukapura, Sunda Putri dan Sunda Siger.
Baca juga: Mengenal 4 Macam Baju Pengantin Sunda yang Penuh Pesona
Sama halnya dengan pakaian dari adat-adat lainnya, dalam pakem pakaian pernikahan adat Sunda juga terdapat beberapa unsur pokok yang menunjang keseluruhannya, yaitu: tata rias pengantin, pakaian pengantin dan perhiasan pengantin yang dikenakan. Tentunya, setiap ciri khas dalam atribut-atribut pengantin tersebut memiliki makna yang terkandung di dalamnya.
Hal inilah yang membedakan busana pernikahan tradisional dan busana modern, yaitu adanya filosofi yang mendasari setiap atributnya, baik itu bahan, bentuk, jumlah dan detail-detail lainnya. Sesuatu yang luput dari busana modern masa kini, lebih dari sekedar estetika.
Lebih lanjut, mari kita uraikan satu per satu pesan-pesan atau petuah yang terkandung dalam atribut pakaian pengantin Sunda yang melegenda ini!
Ornamen indah yang menghiasi di kepala pengantin wanita Sunda ini memiliki fungsi yang sama halnya dengan sebuah mahkota, menyimbolkan kedudukan sang pengantin wanita sebagai ratu sehari di hari pernikahannya. Makna peletakannya lebih sakral lagi, yaitu sebagai simbol kearifan, kebijakan dan kehormatan seorang pengantin selayaknya seorang raja.
Meski ada perbedaan dari bentuk dan warna pada siger yang dikenakan pengantin Sunda Priangan, tetapi pada dasarnya aksesori ini memiliki makna yang sama. Diantara perbedaan antara lain terletak pada filosofi warna yang digunakan.
Selain hal-hal tersebut di atas, bentuk segitiga menghadap ke atas pada mahkota siger Sunda juga diyakini memperoleh pengaruh dari kehadiran agama Islam. Bentuk ini melambang keesaan Tuhan, dengan pesan bahwa kehidupan manusia ibarat mendaki puncak dengan tujuan tertinggi kembali ke pelukan Yang Maha Kuasa.
Dalam tata rias pengantin Sunda, istilah kembang turi ini adalah rambut berbentuk melengkung atau hampir melingkar yang posisinya berada di depan telinga. Untuk membuatnya, rambut dipotong lalu ditarik ke bagian depan kemudian dibentuk sehingga menyerupai bentuk kembang turi yakni dengan ujung yang melengkung dan menempel di bagian pipi.
Penataan kembang turi tersebut ternyata ada filosofinya, loh! Pada proses pembentukannya dengan memotong rambut si pengantin, ini menyimbolkan bahwa sifat-sifat buruknya pun ikut terbuang, sehingga yang tersisa adalah sifat-sifat baiknya.
Kemudian, saat menarik rambut tersebut ke depan untuk membentuknya menyerupai kuncup bunga turi, si penata rias akan mengucapkan kalimat dalam bahasa Sunda “tong asal ucap” yang berarti “jangan asal berbicara”. Hal ini mengandung pesan kepada sang pengantin wanita, bahwa kelak ketika sudah menjadi istri, ia tak boleh asal berucap tentang kehidupan rumah tangganya atau tentang keburukan suaminya.
Dan saat ujung kembang turi ini ditarik ke arah belakang, penata rias berbisik “tong asal dangu” yang maknanya adalah “jangan asal mendengar”. Ini menyiratkan pesan agar kelak setelah menikah si pengantin wanita tak boleh asal mendengar dan memercayai hal-hal yang ia dengar, terutama tentang keburukan suaminya.
Kalau di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta terkenal dengan Sanggul Ukel Konde, Ukel Tekuk hingga Sanggul Ciwidey, gelungan rambut yang dikenakan pengantin wanita Sunda tradisional diberi nama Sanggul Puspasari.
Pada dasarnya, sanggul tradisional ini menggunakan rambut asli sang pengantin wanita bentuknya ditata menyerupai pohon cemara yang simetris di kedua sisinya, dengan makna bahwa setelah menikah ia kelak dapat menjalani perannya dalam kehidupan berumah tangga, yakni seperti menjadi istri dan seorang ibu yang mampu mengurus suami dan anak dengan baik.
Pada bagian atas tatanan rambut pengantin wanita Sunda, biasanya disematkan rangkaian bunga, yaitu pada bagian belakang mahkota siger yang berbentuk menyerupai hati. Atribut ini disebut kembang tanjung, jumlahnya enam buah. Sesuai dengan bentuknya, kembang tanjung ini menyimbolkan hati yang memiliki makna kesetiaan dari sang pengantin wanita kepada pengantin pria.
Pada bagian atas sanggul pengantin Sunda terdapat ada tujuh buah kembang goyang, yaitu ornamen berbentuk seperti setangkai kelopak bunga yang terbuat dari logam berhiaskan permata. Disebut kembang goyang karena ketika disematkan di atas kepala pengantin, ornamen ini ikut bergoyang mengikuti gerak pemakainya.
Yang perlu kamu tahu juga, dari tujuh buah kembang goyang tersebut, lima di antaranya dipasang dengan posisi menghadap ke depan. Sementara sisanya, dua buah menghadap ke belakang.
Jumlah kembang goyang ini adalah simbol kebaikan dan rezeki, dengan harapan agar pengantin senantiasa memperoleh rezeki dan kebaikan. Sementara itu, posisi pemasangan kembang goyang yang menghadap ke depan dan ke belakang ini menyimbolkan kecantikan pengantin wanita yang harus tampak baik dari depan maupun belakang.
Ada pula potongan daun sirih yang digunakan dalam tata rias pengantin Sunda, menyimbolkan “sirih tumbal”. Dalam hal ini sirih tersebut diibaratkan sebagai penolak bala atau hal-hal yang tak diinginkan dalam kehidupan rumah tangga yang akan dibina oleh kedua mempelai kelak.
Hiasan berbentuk belah ketupat yang dipakai di tengah kening pengantin wanita Sunda ini memang tidak masuk dalam kesatuan mahkota Siger Sunda, tetapi menjadi salah satu atribut yang unik dan bermakna. Pada rias pengantin Sunda modern modifikasi pun tetap ada ngeningan, meski kadang tidak menggunakan daun sirih asli.
Tak lengkap rasanya tata rias pengantin tradisional tanpa roncean bunga-bunga yang harum semerbak. Apapun adatnya, roncean bunga seperti tak pernah absen, begitu pula dalam pernikahan adat Sunda.
Roncean bunga pengantin biasanya terdiri dari untaian bunga melati, bunga sedap malam, bunga tanjung dan bunga kantil. Dipasang di sanggul pengantin dan dibiarkan menjuntai hingga ke pinggang, panjangnya bisa mencapai 20-30 cm.
Filosofi ronce bunga pengantin ini adalah sebagai simbol kemurnian dan kesucian diri sang pengantin wanita. Dengan harapan agar kedua mempelai selalu memperoleh keharmonisan dan kemudahan dalam membina rumah tangga.
Ornamen khas pernikahan adat ini tidak hanya memberi efek terapi yang menenangkan. Dari aroma harumnya yang semerbak, juga bisa meningkatkan mood, menciptakan suasana romantis hingga memacu gairah seksual di antara pasangan pengantin baru, loh!
Sebagai informasi tambahan, roncean bunga yang dipakai oleh pengantin wanita Sunda tersebut ada 6 jenis, dan masing-masing memiliki makna yang berbeda-beda.
Mayang sari adalah rangkaian bunga melati yang disematkan di belakang telinga sebelah kiri pengantin. Pesan dari pemasangan untaian bunga mayang sari ini adalah harapan agar tidak terjadi perselisihan dalam kehidupan kedua mempelai kelak.
Sementara itu, roncean bunga panjang di belakang telinga kanan yang menjuntai hingga pinggang namanya mangle susun. Ornamen ini menggambarkan bahwa semua rencana rumah tangga telah tersusun dengan rapi.
Selanjutnya, ada ronce bawang sebungkul. Ini adalah rangkaian bunga melati yang posisinya di belakang kedua telinga, dengan panjang yang sama. Ronce bawang sebungkul menyimbolkan keseimbangan dalam hidup.
Di kanan dan kiri sanggul ada untaian bunga berbentuk bintang, ini namanya mangle sisir bintang. Menyimbolkan harapan agar kehidupan rumah tangga kedua mempelai kelak akan seindah cahaya bintang-bintang di kegelapan.
Ada lagi mangle pasung, untaian bunga ini bentuknya berupa setengah lingkaran atau seperti bando. Posisinya berada di belakang telinga kiri ke telinga kanan, dengan jumlah lima atau tujuh buah. Di dasarnya adalah pinti, ini bermakna kesucian seorang gadis.
Kemudian apabila kamu melihat rangkaian bunga melati yang bentuknya serupa jala menutupi sanggul sang pengantin, ini namanya tutup sanggul rambang melati. Ornamen ini menyimbolkan harapan supaya sang pengantin wanita pandai menabung untuk masa depan kelak.
Dan, yang terakhir taburan bunga melati di atas kepala pengantin berjumlah 5 hingga 17 kuntum. Di mana, 5 kuntum menyimbolkan sholat 5 waktu, dan 17 kuntum menyimbolkan jumlah seluruh rakaat sholat wajib yang harus ditunaikan dalam sehari.
Nah, di atas kita sudah membahas tentang atribut pada Siger Sunda. Namun, kurang lengkap rasanya jika belum membahas keseluruhan elemen pada pakaian pengantin asal Bumi Pasundan ini. Selanjutnya kita akan mengupas satu per satu, baik pakaian untuk pengantin wanita maupun pakaian untuk pengantin pria Sunda beserta aksesorinya.
Berbicara tentang busana pengantin Sunda, secara umum tak jauh berbeda dengan pakaian pengantin wanita di daerah-daerah sekitarnya. Yup, pengantin wanita Sunda pun mengenakan kebaya pada prosesi pernikahan. Sebagaimana kebaya telah menjelma menjadi identitas dan kebanggaan para wanita Indonesia, kebaya pengantin Sunda pun menyimbolkan kecantikan, keanggunan dan etika budaya yang dijunjung tinggi oleh pemakainya.
Lebih spesifik lagi, di kalangan masyarakat Sunda khususnya di wilayah Priangan, terdapat variasi pada kebaya yang dikenakan oleh pengantin. Sama halnya dengan bentuk mahkota siger, warna kebaya pengantin Sunda pun berbeda-beda. Mari kita kupas satu per satu.
Kebaya pengantin Sukapura terbuat dari bahan kain brokat berpayet dengan ciri khas warna hijau. Biasanya kebaya pengantin ini berpotongan panjang hingga sampai ke pinggul. Dipilihnya warna hijau selain memiliki fungsi keindahan, warna ini menyimbolkan kasih sayang dalam kepercayaan orang Sunda.
Baju kebaya ini kemudian dipadupadankan dengan kain batik bercorak sidomukti atau lereng eneng dengan ciri khas pada tepian kainnya dilipat kecil menyerupai kipas. Sementara pada bagian dalam kebaya, pengantin mengenakan langtorso atau semacam pakaian dalam wanita.
Penampilan pengantin wanita Sunda kemudian disempurnakan dengan memakai alas kaki, selop bertumit tinggi bersulamkan emas, dengan pilihan warna hitam atau gading.
Pakaian pengantin Sunda Putri lebih sederhana, biasanya bernuansa putih atau hitam dengan model kebaya Kartini yang cukup panjang. Sama halnya dengan busana pengantin Sukapura, untuk bawahan kebaya pengantin Sunda Putri juga dipadupadankan dengan kain batik sidomukti atau lereng eneng.
Warna putih menyimbolkan kesucian, kesederhanaan dan ketulusan yang diharapkan dapat diterapkan oleh sang pengantin wanita dalam kehidupannya. Selain kebaya brokat putih, pada busana pengantin Sunda Putri juga ada tambahan dua buah bros yang dipasang bertingkat untuk mempercantik penampilannya. Tak lupa juga memakai selop tertutup dengan warna yang senada.
Pakain pengantin Sunda Siger pun tak jauh berbeda, kebaya brokat yang dikenakan umumnya berwarna putih atau pada zaman modern ini dapat dimodifikasi sesuai dengan keinginan sang pengantin. Kemudian untuk bawahannya dipadukan dengan kain batik motif sidomukti atau lereng eneng.
Perbedaan yang paling mencolok tampak pada penggunaan mahkota siger pengantin wanita, yang tak lain menyimbolkan status terhormat (menak), sebab dahulu hanya dikenakan oleh para keturunan kerajaan. Namun, di era modern ini siapapun boleh menggunakannya.
Meski elemen pada pakaian pengantin pria Sunda tidak sebanyak pengantin wanita, namun atribut-atribut yang dikenakan juga mengandung makna dan petuah yang mendalam.
Beberapa aksesori yang dipakai oleh pengantin Sunda antara lain ada kilat bahu dan benten.
Kalau dalam tradisi Jawa ada prosesi Midodareni sebelum hari H, dalam tradisi pernikahan Sunda ternyata juga ada beberapa kepercayaan yang diyakini akan memberi pengaruh dalam penampilan sang pengantin. Boleh percaya atau tidak, namun mungkin tradisi ini masih tetap dilestarikan di zaman modern ini karena telah dilakukan secara turun-temurun.
Masyarakat Sunda juga mengenal tradisi pingit atau larangan untuk calon pengantin wanita bertemu dengan calon mempelai prianya. Tradisi ini dipercaya mampu menciptakan kesan “pangling”, dengan pesan sebagai pembelajaran seandainya kelak setelah berumah tangga kedua mempelai akan merasakan hal tersebut.
Dalam adat Jawa ada puasa mutih, di tradisi pernikahan Sunda ada saum bodas namanya, yaitu tradisi berpuasa sebelum pernikahan untuk para calon pengantin wanita. Tujuannya selain untuk menjaga berat badan tetap ideal, juga dipercaya mampu menolak bala sehingga nanti pada saat hari pernikahan, mempelai wanita akan tampil cantik, bersih dan bercahaya.
Uniknya, puasa ini juga dianjurkan bagi penata rias pengantin sekaligus penata busana yang akan menangani riasan mempelai wanita nantinya. Puasa ini ini diyakini bisa memberi para penata rias dan penata busana pengantin itu ketenangan, sehingga nanti mereka dapat memberikan petuah-petuah tentang makna kehidupan berumah tangga kepada si mempelai wanita pada saat mendandani si pengantin wanita.
Satu lagi kepercayaan yang diyakini berpengaruh bagi penampilan pengantin Sunda pada zaman dahulu yaitu tidak boleh bercermin selama proses pengantin didandani. Sang pengantin hanya boleh memandang kaca kecil yang ukurannya sekitar 6 cm x 6 cm.
Larangan ini bertujuan agar si pengantin bisa fokus menyerap makna pernikahan yang diberitahukan oleh penata riasnya tanpa terdistraksi oleh riasan wajahnya. Selain itu, larangan bercermin ini juga dilakukan agar si pengantin akan merasa ‘manglingi’ setelah ia didandani.
Well, gimana guys? Setelah membaca ulasan di atas kamu sudah makin paham kan tentang berbagai atribut dalam pernikahan adat Sunda? Semoga pembahasan mengenai sejarah dan filosofi Siger Sunda yang penuh makna tersebut bisa menambah wawasan dan memberi kamu inspirasi, ya!
Apa kamu jadi semakin mantap untuk memakai adat Sunda di pernikahanmu? Let us know, jika kamu membutuhkan aksesori perhiasan yang sempurna untuk momen spesialmu, ya. Koleksi perhiasan V&Co Jewellery adalah pilihan yang tepat!
***
Referensi: berbagai sumber, Jurnal UNIKOM
Berbicara tentang perhiasan yang timeless, cincin solitaire pasti langsung kepikiran. Dari dulu sampai sekarang, cincin…
Lebaran pertama sebagai pasangan suami-istri tentu menjadi momen yang sangat spesial dan penuh arti. Sebagai…
Cincin solitaire, si berlian tunggal yang selalu bikin penasaran. Kamu mungkin sering lihat di jari-jari…
Hayo, siapa yang suka bingung memilih perhiasan buat kondangan? Dress udah oke, makeup on fleek,…
Setiap pasangan pasti ingin momen lamarannya jadi kenangan yang nggak terlupakan. Nah, salah satu elemen…
Berlian dan wedding, emang nggak bisa dipisahin! Pernah kepikiran kenapa perhiasan berlian selalu jadi pilihan…