Menjadi salah satu momen paling sakral yang terjadi sekali seumur hidup, acara pernikahan memang patut dipersiapkan secara matang dari segala aspek, mulai dari kebutuhan alat pada saat acara, maupun kesiapan mental sang pengantin untuk mengucapkan ikrar pernikahan. Dalam konteks agama Islam, ikrar pernikahan yang membuat pernikahan menjadi sah antara wanita dan laki-laki disebut dengan ijab kabul.
Proses ijab kabul menandai salah satu tahapan krusial dalam upacara pernikahan Islam, menjadi salah satu pilar utama yang harus dijalankan dengan penuh kesungguhan. Prosesi ini bukan sekadar formalitas, melainkan merupakan salah satu rukun nikah yang harus dilaksanakan dengan sempurna. Kegagalan atau pelaksanaan yang kurang optimal dalam tahapan ini dapat berdampak serius, mengakibatkan sahnya ikatan pernikahan menjadi dipertanyakan. Maka dari itu, kamu mesti tau apa itu ijab kabul, syarat-syaratnya dan juga tata cara pengucapannya melalui artikel berikut.
Ijab Kabul dalam Akad Nikah
Sebelum membahas tentang prosesi ijab kabul, kamu perlu paham dulu tentang prosesi akad nikah secara keseluruhan. Akad nikah merupakan tahapan yang sangat penting dalam pernikahan di agama Islam, dan ijab kabul merupakan bagian dari proses sakral ini.
Prosesi akad nikah biasanya dimulai dengan pihak wali, yang merupakan ayah atau wali sah lainnya sebagai pengganti, menyampaikan “ijab” kepada pihak mempelai wanita atau wakilnya. Ijab sendiri merupakan tawaran atau pernyataan yang menunjukkan niat untuk melangsungkan pernikahan. Setelah itu, mempelai pria atau wakilnya merespon dengan “qabul”, yakni penerimaan terhadap tawaran tersebut.
Proses ijab kabul ini dilakukan di hadapan dua orang saksi, dimana kesaksian dari dua orang ini bertujuan untuk memberikan validitas hukum dan agama terhadap akad nikah yang dilakukan. Selanjutnya, wali, mempelai pria, dan saksi-saksi akan menandatangani surat pernyataan akad nikah. Pelaksanaan ijab kabul pada akad nikah ini hukumnya wajib karena merupakan salah satu rukun nikah, sebagaimana dalam surat an-Nisa ayat 21.
Pengertian Ijab Kabul
Dalam bahasa Arab, kata “ijab” memiliki arti memberikan hak atau menyerahkan hak atas sesuatu terhadap orang lain. Dalam konteks pernikahan Islam, ijab merujuk pada tawaran atau pernyataan yang disampaikan oleh pihak wali atau pihak yang mewakili, menunjukkan niat untuk menikahkan mempelai perempuan kepada mempelai pria. Ijab menjadi tindakan yang mencerminkan kesediaan untuk menjalani ikatan pernikahan.
Sementara itu, kata kabul dalam bahasa Arab adalah “qabul” yang memiliki arti menerima, menyetujui, dan mengambil. Dalam konteks pernikahan, kabul merujuk pada respons atau penerimaan terhadap tawaran (ijab) yang telah diajukan. Pihak mempelai pria atau wakilnya menyatakan penerimaan dengan jelas, menegaskan kesediaan dan persetujuan untuk menjalani ikatan pernikahan tersebut.
Jadi, secara harfiah, ijab adalah tindakan memberikan hak atau menyerahkan hak, sementara kabul adalah tindakan menerima, menyetujui, dan mengambil hak tersebut. Dalam konteks pernikahan, ijab dan kabul adalah elemen kunci dalam akad nikah yang menciptakan kesepakatan dan persetujuan antara kedua belah pihak serta memberikan landasan hukum dan agama yang kuat untuk ikatan pernikahan.
Proses akad nikah diawali dengan ijab, yang umumnya disampaikan oleh pihak wali dari mempelai wanita atau wakilnya. Pernyataan ini mengandung keinginan yang jelas untuk mengikat diri dalam ikatan pernikahan. Setelah ijab, diikuti dengan pengucapan kabul, yakni pernyataan dari mempelai pria atau wakilnya yang menyatakan penerimaan terhadap ijab yang telah diajukan.
Pengucapan ijab dari wali mempelai perempuan menunjukkan sikap pengorbanan dan kepercayaan. Wali, sebagai pelindung dan pemimpin keluarga, secara simbolis menyerahkan putrinya kepada seorang laki-laki yang dianggap layak dan dicintai oleh putrinya. Ini menunjukkan rasa tanggung jawab wali terhadap kesejahteraan putrinya dan kepercayaan bahwa mempelai pria akan menjadi pemimpin dan pelindung yang baik.
Di sisi lain, ketika mempelai pria mengucapkan kabul, maka tercermin kesiapan untuk mengemban tanggung jawab sebagai suami. Dengan menerima nikah dan kawin beserta segala kebaikan dan keburukan yang ada dalam diri calon istrinya, mempelai pria secara tegas menyatakan kesediaannya untuk membangun hubungan yang penuh kasih dan pengertian. Kabul juga mencerminkan tekad untuk menghadapi segala cobaan dan kebahagiaan yang akan terjadi dalam perjalanan hidup berumah tangga.
Dengan ijab kabul, pernikahan dianggap sah di mata Allah subhanahu wa ta’ala, dan harapannya adalah bahwa melalui permulaan yang baik ini, rumah tangga dapat berjalan dengan lancar dan senantiasa diberkahi oleh-Nya. Semua langkah dalam prosesi ijab kabul, dengan kesadaran akan tanggung jawab dan komitmen, menggambarkan kesucian dan sakralitas pernikahan dalam Islam.
Syarat-Syarat dalam Ijab Kabul
Syarat-syarat dalam ijab kabul atau akad nikah adalah hal yang penting untuk dipenuhi agar pernikahan dianggap sah dalam agama Islam. Berikut adalah syarat-syarat yang perlu diperhatikan:
1. Kedewasaan dan kesehatan rohani
Kedua belah pihak yang terlibat dalam akad nikah, termasuk wali dan calon mempelai pria atau wakilnya, haruslah orang yang sudah dewasa dan memiliki kesehatan rohani atau tamyiz yang memadai. Selain itu, perlu diperhatikan juga umur dan kesehatan mentalnya. Jika salah satu pihak masih kecil atau mengalami gangguan mental (gila), maka pernikahannya dianggap tidak sah. Hal ini menegaskan pentingnya kedewasaan dan kesehatan rohani sebagai syarat sahnya akad nikah dalam Islam.
2. Ijab dan kabul dilaksanakan dalam satu majelis
Proses ijab dan kabul harus terjadi dalam satu majelis atau acara pernikahan tanpa adanya kata-kata atau perbuatan lain yang dapat memisahkan antara ijab dan kabul. Hal ini menjamin kesatuan dan kelancaran proses akad nikah serta mencegah gangguan atau penyelaan yang dapat mempertanyakan sahnya ijab dan qabul.
Sebagaimana yang tercantum dalam Ketentuan Hukum Islam (KHI) Pasal 27, yang menegaskan bahwa ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus diucapkan dengan jelas, berurutan, dan dilakukan pada waktu yang tepat. Pasal ini menegaskan pentingnya kejelasan dan kelancaran dalam proses akad nikah, khususnya antara wali dan calon mempelai pria. Artinya, penyampaian ijab dan qabul harus tegas dan tidak boleh terputus, serta harus dilakukan pada waktu yang sesuai.
3. Kesesuaian ucapan antara kabul dengan ijab
Ucapan kabul harus sesuai dengan ijab, dan sebaiknya menunjukkan persetujuan yang lebih tegas. Dan jika kabul yang diucapkan menyatakan hal yang lebih baik dari ijab meskipun berbeda dengan diucapkan, maka pernikahan tetap sah. Contohnya, jika wali mengatakan mahar seratus ribu rupiah, dan mempelai pria menjawab dengan menerima mahar dua ratus ribu rupiah, maka pernikahan dianggap sah meskipun ada ketidaksesuaian ijab dan kabul. Namun karena dipandang lebih baik dan mencukupi, maka ijab dan kabul ini dianggap sesuai.
4. Ijab dan kabul dilakukan dengan lisan dan didengar oleh pihak terkait
Proses ijab dan kabul harus dilakukan dengan lisan dan didengar oleh masing-masing pihak yang terlibat, termasuk wali, mempelai, dan saksi-saksi. Meskipun tidak semua kata-kata harus dipahami secara harfiah, yang terpenting adalah maksud dan niat di balik pernyataan tersebut. Namun jika mempelai pria tidak mampu menyampaikannya secara lisan karena kondisi tertentu, maka diperbolehkan menggunakan tulisan atau tanda isyarat khusus.
Perkawinan orang yang tidak dapat berbicara atau tuna wicara dianggap sah jika isyarat yang digunakannya dapat dipahami. Tapi, jika salah satu pihak tidak memahami isyarat yang digunakan, maka akad nikahnya dianggap tidak sah. Oleh karena itu, setiap pihak yang terlibat dalam akad nikah wajib dapat memahami tindakan yang dilakukan oleh pihak lainnya, termasuk jika salah satunya tidak mampu berkomunikasi secara lisan.
Bacaan Ijab Kabul
Ada beberapa bahasa yang bisa digunakan oleh mempelai pria ketika mengucapkan ijab kabul. Bisa menggunakan bahasa Indonesia yang lazim digunakan pada akad nikah, bahasa Arab, atau bahasa daerah tempat dimana pasangan pengantin menikah pun bisa digunakan. Mengutip dari orami.com berikut bacaan ijab kabul yang biasa digunakan dalam pernikahan pasangan di Indonesia:
1. Bahasa Indonesia
Bacaan Ijab:
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara/ananda (nama pengantin laki-laki) bin (nama ayah pengantin laki-laki) dengan anak saya yang bernama (nama pengantin perempuan) dengan mas kawinnya berupa (mahar/mas kawin), tunai.”
Bacaan kabul:
“Saya terima nikahnya dan kawinnya (nama pengantin perempuan) binti (nama ayah pengantin perempuan) dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.”
2. Bahasa Arab
Bacaan ijab:
“Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti (nama pengantin perempuan) alal mahri (mahar/mas kawin) hallan.”
Artinya: “Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku (nama pengantin perempuan) dengan mahar (mahar/mas kawin) dibayar tunai.”
Bacaan kabul:
“Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq.”
Artinya: “Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugrah.
3. Bahasa Inggris
Bacaan ijab:
“I, (nama ayah), the father of the bride, (nama pengantin perempuan), solemnly give my daughter in marriage to you, Mr. (nama pengantin pria), son of (nama ayah pengantin pria), with the agreed-upon mahr.”
Bacaan kabul:
“I willingly accept the marriage of your daughter, (nama pengantin perempuan), and acknowledge the agreed-upon mahr.”
4. Bahasa Sunda
Bacaan ijab:
“(Nama pengantin laki-laki), Bapa nikahkeun hidep ka (nama Pengantin perempuan), putra teges bapa, kalayan nganggo mas kawin ku (mahar/mas kawin), dibayar kontan.”
Bacaan kabul:
“Tarima abdi nikah ka (nama pengantin perempuan), putra teges Bapa, kalayan nganggo mas kawin ku (mahar/mas kawin), dibayar kontan.”
5. Bahasa Jawa
Bacaan ijab:
“Anak Mas (nama pengantin pria) Kanthi ngucap bismillahirrahmanirrahim, aku nikahake lan tak jodohake anakku (nama pengantin perempuan) pikantuk sliramu, kanti mas kawin (mas kawin) ingkang kudu kabayar lunas.”
Bacaan kabul:
“Kulo tampi nikahipun (nama pengantin perempuan) putero panjenengan, kanggo kulo piyambak, kanti mas kawin ingkang sampun kasebat, kulo bayar lunas.”
Tata Cara Ijab Kabul
Prosesi ijab kabul dalam acara akad nikah memiliki beberapa langkah, dan hal ini dijelaskan dalam buku “Hukum Adat di Indonesia” yang ditulis oleh Dr. Siska Lis Sulistiani, M.Ag., M.E.Sy. Langkah-langkah atau tata cara ijab kabul tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Pertemuan Mempelai Pria dan Wali Nikah
Tahap awal dalam melaksanakan upacara ijab kabul adalah menyatukan mempelai pria dengan wali nikah, di mana keduanya diatur agar berada di satu tempat dan berhadapan secara langsung. Proses ini melibatkan tidak hanya kedua pihak tersebut, yaitu mempelai pria dan wali nikah, tetapi juga melibatkan kehadiran dua orang saksi yang bertugas untuk menyaksikan keseluruhan proses pelaksanaan akad nikah.
Dalam situasi ini, mempelai pria dan wali nikah juga didampingi oleh dua orang saksi yang berperan sebagai pihak yang menyaksikan dan mengawasi jalannya proses akad. Keempat individu tersebut saling berhadapan, membentuk lingkaran kecil di sekitar tempat pelaksanaan akad, menciptakan suasana yang khusyuk dan sakral untuk pelaksanaan ijab kabul.
2. Khutbah Nikah
Setelah mempelai pria dan wali nikah dipertemukan, langkah berikutnya dalam rangkaian upacara pernikahan adalah pembacaan khutbah nikah. Khutbah ini umumnya disampaikan oleh seorang imam atau penghulu yang memainkan peran penting dalam mengawal dan memberikan petunjuk selama proses pernikahan.
Dalam khutbah nikah, imam atau penghulu mengungkapkan kata-kata yang mengandung nasihat, doa, dan pemahaman mendalam tentang arti dan tanggung jawab pernikahan. Pentingnya khutbah nikah adalah sebagai sarana untuk memberikan arahan kepada mempelai pria dan memastikan bahwa mereka memahami makna serta kewajiban-kewajiban dalam menjalani kehidupan pernikahan.
3. Mempelai Pria Membaca Doa
Dengan panduan dan bimbingan dari imam, mempelai pria dianjurkan untuk menyampaikan beberapa bacaan doa, untuk menambah kekhidmatan suasana pernikahan dan memberikan kesan sakral pada momen ijab kabul. Beberapa bacaan doa yang umumnya dianjurkan antara lain kalimat Istighfar, dua kalimat syahadat, dan shalawat. Setelah membaca serangkaian doa tersebut, mempelai pria kemudian melanjutkan dengan membacakan ijab kabul.
Foto: Volka
4. Pembacaan Ijab Kabul
Setelah rangkaian doa dan bimbingan dari imam, proses selanjutnya adalah pembacaan ijab kabul yang merupakan puncak dari upacara pernikahan. Mempelai pria dan wali nikah saling berpegangan tangan kanan sebagai simbol serah-terima atau akad, menandakan dimulainya proses sakral tersebut.
Pembacaan ijab kabul diawali dengan peran dari wali nikah, yang membacakan ijab sesuai dengan tata cara dan ketentuan yang telah ditentukan. Wali nikah menyampaikan ijab sebagai pernyataan resmi dari pihak mempelai pria, yang menunjukkan keseriusan dan niat untuk menjalani kehidupan berumah tangga.
Selanjutnya, prosesi ini dilanjutkan dengan pembacaan kabul oleh mempelai pria. Pernyataan kabul ini mencerminkan penerimaan dan persetujuan dari pihak mempelai pria terhadap ijab yang telah dibacakan oleh wali nikah. Sebuah momen yang memperkuat kesepakatan kedua belah pihak untuk membentuk ikatan pernikahan.
Setelah selesai, saksi-saksi yang hadir memberikan pernyataan sah terkait proses akad yang telah dilangsungkan. Pernyataan ini berfungsi sebagai pengesahan dari pihak ketiga yang independen, memastikan bahwa proses pernikahan telah dilaksanakan secara sah sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku dalam agama dan hukum.
5. Pembacaan Doa Penutup
Setelah ijab kabul dianggap sah oleh para saksi, maka dilanjutkan dengan pembacaan doa penutup. Dalam doa penutup, imam atau pihak yang bertugas umumnya memohon keberkahan untuk mempelai pria dan mempelai wanita. Doa ini mencakup harapan akan kebahagiaan, kesuksesan, dan kelancaran dalam menjalani kehidupan pernikahan. Selain itu, doa juga mencakup permohonan ampunan, kesabaran, dan kekuatan untuk menghadapi segala ujian dan rintangan yang mungkin muncul dalam perjalanan hidup bersama.
Melalui doa penutup, upacara pernikahan diakhiri dengan penuh kehangatan dan harapan, menciptakan kesan mendalam bahwa pernikahan bukan hanya sekadar ikatan hukum, tetapi juga perjalanan spiritual dan pribadi yang dijalani bersama dalam kerelaan dan keberkahan Allah. Berikut bacaan doa penutup setelah akad nikah:
“Allaaahumma biamaaanatika akhattuhaa, wa bikalimaaatika istahlaltu farjahaaa, fain qadhayta lii minhaa waladan faj’alhu mubaarakan syawiyyaa, walaa taj’al lissyaithaani fiihi syariikan walâa nashibaa.”
Artinya:
“Ya Allah, dengan amanat-Mu kujadikan ia isteriku dan dengan kalimat-kalimat-Mu dihalalkan bagiku kehormatannya. Jika Kau tetapkan bagiku memiliki keturunan darinya, jadikan keturunanku keberkahan dan kemuliaan, dan jangan jadikan setan ikut serta dan mengambil bagian di dalamnya”.
6. Penandatanganan Buku Nikah
Setelah doa penutup selesai dibacakan, dilanjutkan penandatanganan buku nikah oleh kedua mempelai. Penandatanganan ini disaksikan oleh petugas pencatat nikah dan penghulu sebagai langkah formal yang menyatakan secara resmi bahwa prosesi pernikahan telah sah dan teregistrasi.
Buku nikah memiliki peran penting sebagai dokumen resmi yang mencatat pernikahan tersebut di tingkat negara. Dalam buku nikah ini, informasi penting seperti nama, tanggal, dan tempat pernikahan, serta identitas kedua mempelai akan dicatat dengan cermat. Penandatanganan buku nikah menjadi tanda kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak terhadap pernikahan yang baru saja terjadi. Petugas pencatat nikah bertanggung jawab untuk mencatat setiap detail yang relevan dalam buku nikah tersebut, dan buku ini akan menjadi bukti sah pernikahan di mata hukum.
Itu tadi penjelasan lengkap mengenai pengertian, syarat-syarat, bacaan dan juga tata cara ijab kabul yang sesuai dengan hukum Islam dan juga hukum sah di Indonesia. Semoga kamu dan pasangan bisa mempersiapkan momen sakral ini dengan baik ya!