Tiap tradisi pernikahan tentu memiliki ciri khas yang unik yang membedakannya dari adat perkawinan lainnya. Termasuk pula berbagai pantangan dan larangan sebelum pernikahan. Hal ini juga berlaku pada pernikahan adat Sunda, di mana terdapat beragam pantangan yang harus diikuti oleh calon pengantin.
Berbagai pantangan sebelum menikah dalam adat Sunda ini pada dasarnya bertujuan agar gelaran acara pernikahan dapat berlangsung tanpa hambatan. Selain itu, pada pantangan nikah tersebut terdapat pula berbagai harapan dan doa untuk calon pengantin agar kehidupan pernikahannya berjalan lancar.
Sebaliknya, beberapa larangan dalam pernikahan adat Sunda juga lekat dengan berbagai mitos, mirip dengan pantangan nikah dari adat Jawa dan lainnya. Percaya atau tidak, para calon pengantin sebaiknya bijaksana dalam menghadapi keberadaan beberapa pantangan ini.
Berikut ini adalah beberapa contoh pantangan pernikahan adat Sunda yang harus kamu ketahui:
1. Tidak boleh duduk di depan pintu
Salah satu pantangan dalam adat pernikahan Sunda adalah tidak boleh duduk di depan pintu. Pantangan ini berlaku selama masa pertunangan. Calon pengantin harus menghindari duduk di depan pintu karena konon katanya hal ini hal ini dapat mengakibatkan jodoh menjauh. Walaupun, status calon pengantin sudah resmi bertunangan.
Mitos menyebutkan bahwa, jika tetap mengabaikan pantangan ini, maka calon mempelai bisa mengalami keraguan dalam hatinya. Bahkan, sebagai akibatnya pernikahan dapat batal. Berbagai suku lainnya, seperti Betawi pun meyakini mitos larangan sebelum menikah ini. Namun, mereka meyakini bahwa pantangan ini berlaku untuk semua kalangan, terutama anak-anak perempuan.
Menurut informasi dari website Dinas Kebudayaan Jakarta, mitos ini berbicara tentang kepercayaan bahwa jika seorang anak perempuan duduk di depan pintu, maka pelamar atau peminang akan selalu mengalami kegagalan atau penolakan. Sementara itu, jika seorang anak laki-laki yang duduk di depan pintu, diyakini bahwa dia akan mengalami kesulitan mendapatkan jodoh.
Tentunya, di balik pantangan tersebut terdapat tujuan yang jelas, yaitu agar lalu lintas atau pergerakan orang yang ingin keluar masuk rumah tidak terhalang atau terganggu. Jadi, alangkah baiknya untuk duduk di tempat lain agar tak mengganggu.
2. Tidak boleh memakan sirih lamaran
Dalam acara lamaran adat Sunda, biasanya calon pengantin pria memberikan sirih sebagai simbol kerinduannya kepada calon mempelai wanita. Calon pengantin wanita tidak boleh memakan sirih tersebut, baik seorang diri maupun bersama tamu undangan. Menurut berbagai sumber, konon apabila melanggar pantangan ini, dapat membuat calon pengantin wanita mengalami datang bulan saat hari pernikahan.
3. Bergaul terlampau bebas dengan lawan jenis
Setelah resmi melakukan lamaran atau bertunangan, kedua calon mempelai tidak boleh lagi untuk bersikap terlalu bebas dalam bergaul. Hal ini karena mereka telah terikat dan berkomitmen untuk melanjutkan hubungan ke tingkat yang lebih serius, yaitu pernikahan.
Larangan untuk calon pengantin ini memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk menghidari kemungkinan adanya pihak ketiga yang bisa membuat kedua calon mempelai meragukan komitmen yang telah terjalin. Sebagai contoh kemunculan seseorang dari masa lalu yang menyenangkan dan akrab, dapat menimbulkan keraguan di hati kedua calon pengantin. Hal-hal ini berpotensi mengganggu jalannya pernikahan dan berisiko untuk menggagalkan rencana tersebut.
4. Larangan terlalu banyak melamun
Di tengah-tengah kesibukan mempersiapkan pernikahan, tak heran terkadang calon pengantin merasa lelah dan termenung. Meskipun merenung sesekali mungkin tidak masalah, namun dalam kepercayaan adat Sunda hal ini juga merupakan salah satu pantangan, loh. Konon, merenung atau melamun dengan pikiran kosong bisa menjadi berbahaya, karena dikhawatirkan calon pengantin bisa kerasukan jika terlalu sering merenung tanpa fokus pikiran.
5. Menjahit pakaian yang sobek
Ada lagi salah satu pantangan yang cukup terkenal dalam pernikahan adat Sunda, yakni calon pengantin tidak boleh menjahit pakaian yang sobek. Khususnya pakaian yang ia kenakan setelah prosesi lamaran. Konon, jika pantangan ini dilanggar, maka diyakini bahwa nasib buruk akan menghampiri kehidupan pernikahan kedua calon mempelai.
6. Acara lamaran hanya dihadiri orang-orang yang sudah menikah
Acara pertunangan dan lamaran biasanya mengawali sebelum prosesi pernikahan. Pada acara tersebut, kedua pihak keluarga calon mempelai saling bertemu. Tentunya, semua anggota keluarga bisa menghadiri acara ini. Namun, dalam tradisi adat Sunda ada pengecualian bagi mereka yang masih berstatus lajang.
Mitosnya, apabila mereka yang berstatus lajang menghadiri acara lamaran atau pertunangan, maka mereka akan tetap melajang seumur hidup. Oleh karena itu, anggota keluarga yang belum menikah tidak boleh menghadiri acara ini.
Sebenarnya larangan tersebut cukup bisa dimengerti, karena pada acara lamaran seringkali ada pembahasan tentang berbagai aspek tentang kehidupan pernikahan dan segala hal yang terkait. Hal tersebut mungkin belum cocok untuk remaja atau orang yang belum menikah. Oleh karena itu, pantangan ini dimaksudkan untuk melindungi mereka dari topik-topik yang belum relevan atau sesuai dengan tahapan hidup mereka.
Itu dia 6 pantangan sebelum menikah dalam adat Sunda. Kamu boleh percaya atau tidak, akan tetapi tetap harus bijaksana dalam mengambil langkah. Terlebih untuk hal-hal yang bersifat demi kebaikanmu dan pasangan. Baca juga ulasan kami tentang tradisi pernikahan adat lainnya. Agar kamu makin mantap melangkah ke jenjang yang lebih serius bersama pasangan tercinta. Demikianlah semoga bermanfaat!