Sebelum melangkah jauh hingga ke jenjang pernikahan, para pasangan biasanya melangsungkan prosesi tunangan dan lamaran dulu untuk mengikat komitmen mereka. Meski hukumnya tidak wajib, namun banyak pasangan yang menggelar kedua prosesi tersebut, dengan ditandai pertukaran cincin lamaran untuk lebih menghormati adat istiadat dari kedua belah pihak keluarga.
Kedua acara ini biasanya diisi dengan perkenalan kedua belah pihak keluarga, sambutan dari masing-masing perwakilan keluarga, dan juga prosesi tukar cincin tunangan. Meski sebenarnya kegiatan tukar cincin ini tidak baku harus ada dalam acara lamaran atau tunangan, namun banyak pasangan yang pada akhirnya melakukan penyematan cincin ini. Meskipun tradisi ini sebetulnya bukan dari tradisi masyarakat Muslim, bagaimana Islam memandang prosesi tukar cincin dalam acara tunangan?
Sejarah Acara Penyematan Cincin
Ternyata, penyematan cincin di jari manis sebelah kiri merujuk pada acara pertunangan yang merupakan kebiasaan masyarakat zaman Romawi kuno, dan terus terbawa hingga masa kini. Hal ini bermula dari keyakinan masyarakat pada masa itu, dimana menurut mereka, pada jari manis ada pembuluh darah yang menuju langsung ke jantung, yang dikenal sebagai Vena Amoris atau “Vein of Love.” Hal ini mengisyaratkan agar cincin ini bisa menjadi simbol pengikat kasih sayang bagi pemakainya dan menjadikan penempatan cincin tunangan di jari tersebut. Tindakan ini dianggap sebagai simbol cinta dan kesetiaan yang dikenakan oleh pasangan kekasih.
Meskipun tradisi umumnya mengarahkan pemakaian cincin tunangan di jari manis tangan kiri, namun di beberapa budaya, seperti Rusia, Yunani, dan Kolombia, cenderung memilih tangan kanan untuk meletakkan cincin tersebut. Tapi kembali lagi, penempatan cincin tunangan ini tidak ada aturan bakunya. Kamu bisa menggunakannya dimana saja, baik di tangan kanan ataupun di tangan kiri. Tergantung kenyamanan dan preferensi pribadi dari kamu dan pasanganmu.
Cincin Tunangan dan Nikah, Apakah Sama?
Lagi-lagi karena tidak ada aturan baku, ada pasangan yang menggunakan cincin yang berbeda untuk acara tunangan dan pernikahan. Namun, ada pula pasangan yang memilih untuk menggunakan cincin yang sama untuk kedua acara tersebut. Dalam kasus kedua, cincin tunangan yang tadinya ada di jari manis sebelah kiri, nantinya akan dipindahkan ke jari manis tangan kanan setelah upacara pernikahan. Namun, bagi mereka yang memilih dua cincin yang berbeda, terdapat tradisi yang menempatkan cincin pernikahan di atas cincin pertunangan, tanpa memandang di jari mana cincin tersebut dikenakan.
Lalu, apakah cincin tunangan ini hanya dipakai oleh calon pengantin perempuan saja, atau calon pengantin laki-laki juga menggunakannya? Dalam penggunaan cincin ini, tidak ada paksaan atau aturan apakah keduanya harus menggunakan atau salah satunya saja. Hal ini juga tergantung pada kepribadian dan kemampuan finansial masing-masing pasangan.
Berdasarkan Tradisi
Meski tidak diwajibkan, pemberian cincin tunangan menjadi sebuah tradisi yang seringkali dipandang sebagai simbol komitmen dan langkah serius dalam suatu hubungan. Ketika melibatkan diri dalam tradisi pertukaran cincin tunangan, beberapa budaya mendorong kedua pasangan untuk saling mengenakan cincin sebagai simbol kesetaraan dalam hubungan mereka.
Meski begitu, terdapat pula tradisi yang menetapkan bahwa hanya perempuan yang seharusnya mengenakan cincin tunangan. Jika muncul beberapa perbedaan pandangan mengenai hal cincin tunangan ini, kamu bisa berdiskusi dulu dengan keluarga kamu dan pasangan ya!
Dasar dari tradisi ini adalah keyakinan bahwa pemakaian cincin tunangan oleh perempuan menjadi simbol penerimaan terhadap tawaran lamaran yang diajukan oleh pasangannya. Oleh karena itu, cincin tunangan dianggap sebagai lambang persetujuan dan komitmen dari pihak perempuan dalam menjalani hubungan tersebut. Sehingga, dalam tradisi ini, fokusnya lebih pada perempuan yang mengenakan cincin sebagai tanda persetujuan terhadap lamaran yang telah diajukan.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa setiap budaya dan pasangan dapat memiliki pandangan yang berbeda terkait tradisi cincin tunangan ini. Adakalanya, pasangan dapat sepakat untuk melibatkan kedua belah pihak dalam pemakaian cincin tunangan sebagai representasi kesetaraan dan komitmen bersama.
Hukum Tunangan dalam Islam
Acara pertunangan sebetulnya bukanlah budaya orang Islam, dan istilah ini biasanya disamakan dengan istilah “khitbah” atau lamaran. Lamaran merujuk pada ajakan yang dilakukan oleh pria untuk menikahi seorang wanita. Dalam konteks Islam, upacara lamaran tidak diwajibkan untuk melibatkan tukar cincin. Karena esensi dari upacara tersebut terletak pada komitmen dan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melangsungkan pernikahan. Pada sebuah hadits, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika salah seorang dari kalian meminang seorang wanita, maka jika dia bisa melihat apa yang menjadikannya tertarik untuk menikahinya maka lakukanlah”. (HR. Abu Daud)
Dalam ajaran Islam, upacara lamaran lebih menekankan pada kesepakatan dan persetujuan di antara calon mempelai dan keluarga mereka. Hal ini mencakup perbincangan mengenai niat baik, persyaratan pernikahan, serta hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam pernikahan tersebut. Komitmen untuk saling menjaga dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan kehidupan menjadi fokus utama.
Meskipun dalam tradisi Islam tidak ada keharusan untuk melibatkan tukar cincin sebagai bagian dari upacara lamaran, para pasangan melangsungkan prosesi tukar cincin pada tahapan selanjutnya, yakni acara tunangan. Dalam pelaksanaan tunangan, biasanya dibarengi dengan acara tukar cincin antara pasangan. Tradisi ini dilakukan sebagai acara simbolis untuk menghormati budaya lokal atau sebagai ekspresi cinta dan komitmen kedua pasangan.
Hukum Prosesi Tukar Cincin
Dari beberapa pandangan, acara tukar cincin ini dilarang karena dikhawatirkan malah menimbulkan perbuatan maksiat bagi salah satu atau kedua calon pasangan pengantin. Hal ini didasari karena tradisi tukar cincin berasal dari budaya atau kebiasaan non-Muslim. Beberapa ulama berpendapat bahwa mengadopsi tradisi dari kelompok non-Muslim yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam dapat diterima. Sementara yang lain mungkin lebih kritis dan berpendapat bahwa umat Islam seharusnya tidak mengikuti tradisi yang berasal dari kelompok kafir.
Namun, perlu diingat bahwa Islam juga memuliakan nilai-nilai lokal dan keberagaman budaya selama itu tidak melanggar prinsip-prinsip agama. Oleh karena itu, adopsi beberapa tradisi atau kebiasaan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dianggap sebagai aspek keberagaman atau pewarnaan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut diperkuat dengan pandangan lain dari beberapa ulama, yang memperbolehkan upacara tunangan dan pertukaran cincin ini. Asal, tidak ada pelanggaran terhadap hukum Islam atau syariah. Selama tidak melibatkan elemen-elemen yang bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam, kamu tetap bisa melangsungkan acara tukar cincin ini.
Dalam buku Risalah al-Khatam dijelaskan, bahwa memakai cincin bagi mukmin laki-laki maupun perempuan hukumnya adalah mubah atau boleh dilakukan. Menurut perspektif ini, cincin dianggap sebagai bagian dari berhias yang wajar dan tidak melanggar syariah. Selain itu, dalam beberapa literatur madzhab fiqih, pemakaian cincin bahkan bisa dianggap mustahab atau disarankan, terutama bagi orang-orang yang memiliki pangkat dan status terhormat di kalangan masyarakat.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ya! Agar acara pertunangan kamu dan pasangan sejalan dengan kesesuaian hukum Islam dan tujuan pernikahan yang sesuai dengan nilai-nilai agama. Serta, tetap menjadi pertimbangan utama dalam mengadopsi praktik-praktik kebudayaan. Hal ini tentu kembali lagi pada pemahaman kamu dan pasangan, maka sebaiknya dibicarakan dulu baik dan buruknya dari prosesi ini.
Hal yang Menyebabkan Haramnya Penggunaan Cincin Tunangan
Dalam buku Fiqih Kontemporer 3 yang ditulis oleh Prof. KH. Ahmad Zahro, dijelaskan bahwa cincin tunangan bisa menjadi haram hukumnya dalam beberapa keadaan, di antaranya;
Penyerahan cincin dengan bersentuhan
Memakai cincin tunangan bisa menjadi haram jika dalam penyerahannya terjadi sentuhan antara calon suami dan calon istri. Pandangan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga batasan-batasan dalam hubungan sebelum pernikahan sah secara agama. Itulah kenapa dalam acara tunangan pertukaran cincin antar pasangan dilakukan oleh orang lain. Biasanya diwakilkan oleh ibu dari kedua belah pihak pasangan.
Cincin yang digunakan oleh calon pengantin laki-laki berbahan emas
Pandangan ini mencerminkan interpretasi terhadap hadis-hadis yang menyatakan larangan bagi laki-laki untuk memakai perhiasan berbahan emas. Larangan ini mencerminkan prinsip-prinsip fiqih yang mendasarkan pada hadis-hadis Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi:
“Emas dan sutera diharamkan bagi laki-laki dari umatku, dan dihalalkan bagi wanitanya.” (HR. Ibnu Majah)
Dari hadits ini, muncul pandangan bahwa tradisi tukar cincin, khususnya cincin emas, dapat membuka pintu maksiat bagi laki-laki. Karena dapat mengarah pada kemewahan dan kebanggaan yang berlebihan, yang kemudian dapat membawa dampak negatif terhadap moral dan etika.
Adanya pemikiran bahwa cincin dapat mengikat hubungan
Munculnya pemikiran atau kepercayaan bahwa hubungan akan langgeng hingga pernikahan pasca prosesi tukar cincin dianggap sebagai syirik. Karena dalam agama Islam, semua umat hanya boleh menempatkan kepercayaan hanya kepada Allah Ta’ala, bukan pada suatu barang atau upacara tertentu.
Jika keyakinan terhadap cincin tunangan mencapai tingkat dimana cincin tersebut dipercayai sebagai alat yang dapat “melunakkan hati” atau “mengukuhkan hubungan,” hal tersebut dapat dianggap sebagai penyalahgunaan prinsip tauhid. Hal ini dilarang oleh Allah, sebagaimana ditulis dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 63 yang berbunyi:
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana”.
Tapi, hal ini kembali pada kepercayaan kamu dan pasangan ya, juga kedua belah pihak keluarga. Karena ada banyak pandangan agama dan pemahaman mengenai hal ini di antara para ulama dan mazhab yang berbeda. Untuk menghindari acara tunangan kamu menjadi acara yang justru mendatangkan mudharat atau kemaksiatan, sebaiknya kamu memilih cincin lamaran berbahan selain emas untuk pasanganmu, sementara kamu bisa menggunakan cincin berbahan emas.
Perhatikan dulu tips untuk memilih cincin tunangan, dan cari tau model cincin tunangan yang lagi hits di tahun 2024 melalui artikel ini ya!