mahar pernikahan nabi muhammad

Mahar Pernikahan Nabi Muhammad dan Maknanya

Mahar atau mas kawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. Istilah yang sama pula digunakan sebaliknya bila pemberi mahar adalah pihak keluarga atau mempelai perempuan. Mahar pernikahan nabi Muhammad seringkali dijadikan patokan mahar bagi muslim yang ingin menikah.

Mahar dalam Agama Islam

Mahar dalam agama Islam dinilai dengan menggunakan nilai uang sebagai acuan, hal ini disebabkan karena mahar merupakan harta dan bukan semata-mata sebagai sebuah simbol. Wanita dapat meminta mahar dalam bentuk harta dengan nilai nominal tertentu seperti uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, atau benda berharga lainnya. Mahar juga dapat berupa mushaf Al-Qur’an serta seperangkat alat salat. Agama Islam mengizinkan mahar diberikan oleh pihak laki-laki dalam bentuk apa saja (cincin dari besi, sebutir kurma, atau pun jasa), tetapi demikian mempelai wanita sebagai pihak penerima memiliki hak penuh untuk menerima ataupun menolak mahar tersebut.

Fungsi Mahar Pernikahan Menurut Islam

1. Sebagai pembeda antara pernikahan dengan mukhadanah

Hal ini dijelaskan oleh Ibnu ‘Asyur merujuk pada surat A-Nisa ayat 4 di atas. Ibnu ‘Asyur menjelaskan,

“Mahar merupakan ciri (simbol) yang dikenal untuk membedakan antara pernikahan dengan mukhadanah. Hanya saja dalam masyarakat Jahiliyah ada kebiasaan dimana mempelai laki-laki memberikan sejumlah harta kepada wali dari perempuan yang ia kehendaki yang biasa mereka sebut hulwan (dengan dlammah ha) dan si perempuan sama sekali tidak mendapatkan apa-apa. Maka Allah membatalkan hal tersebut dalam Islam dengan menjadikan harta (mahar) tersebut sebagai milik perempuan tersebut (isteri) dengan firman-Nya : ‘Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib’.

2. Sebagai bentuk penghormatan, penghargaan, dan perlindungan terhadap wanita

Dari penjelasan yang diberikan oleh Ibnu ‘Asyur di atas juga menunjukkan bahwa mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki langsung kepada mempelai wanita merupakan bentuk penghormatan, penghargaan, dan perlindungan yang tinggi terhadap wanita.

Dalam Islam, mahar merupakan hak penuh yang dimiliki oleh mempelai wanita yang tidak dapat diambil oleh keluarganya. Hal ini berbeda dengan masa jahiliyah dimana pemberian mahar ibarat transaksi jual beli yang memposisikan wanita atau istri layaknya “barang” yang “dibeli” dari keluarganya.

Hal ini mengakibatkan wanita tidak memiliki hak apapun termasuk hak penuh atas mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki. Keadaan seperti inilah yang kerap menimbulkan kekerasan terhadap wanita dalam rumah tangga karena laki-laki merasa sudah membeli istrinya.

3. Bentuk keseriusan laki-laki terhadap wanita yang akan dinikahinya

Dalam Islam, mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai wanita merupakan bentuk keseriusan dan cinta kasih mempelai laki-laki terhadap mempelai wanita yang akan dinikahinya. Karena itu, pemberian mahar ini harus dilakukan dengan hati yang ikhlas, tulus, dan diniatkan untuk memuliakan wanita yang akan dinikahinya.

4. Simbol tanggung jawab wanita terhadap mahar yang diberikan

Mahar yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai wanita adalah sesuatu yang wajib dalam pernikahan. Karena itu, tidak ada seorang pun dari pihak mempelai wanita yang berhak menghalangi mempelai wanita untuk mendapatkan mahar. Dalam Islam, wanita memiliki hak penuh atas mahar yang diberikan.

Dalam artian, mahar merupakan hak individual wanita dan bukan hak keluarga pihak wanita. Tidak seorangpun anggota keluarga pihak wanita yang boleh mengambil mahar tersebut kecuali atas persetujuan dan kerelaannya.

5. Simbol tanggung jawab pihak laki-laki

Mahar merupakan bentuk pembayaran yang bersifat simbolis. Dalam artian, mahar merupakan simbol tanggung jawab dari pihak laki-laki untuk menjamin kesamaan hak dan kesejahteraan keluarga setelah pernikahan terwujud.

6. Simbol persetujuan dan kerelaan

Selain sebagai simbol tanggung jawab dari pihak laki-laki, mahar yang diberikan kepada wanita yang akan dinikahi merupakan simbol persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak untuk hidup bersama sebagai suami istri dalam ikatan pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Mahar Pernikahan Nabi Muhammad

mahar pernikahan nabi muhammad

Ketika Nabi Muhammad kembali ke Mekkah dari perjalanan dagangnya ke Syam, Khadijah  melihat Nabi Muhammad sangat amanah dalam mengelola dagangannya dan ia juga melihat keberkahan besar dalam daganganya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Selain itu, budak lelaki Khadijah yang bernama Maisarah, juga mengabarkan kepadanya mengenai pembawaan Nabi Muhammad yang lembut, sifat-sifat beliau yang mulia, ketajaman berpikir, perkataan yang jujur, metode beliau yang amanah.

Maka Khadijah pun seakan menemukan sosok pria yang didambakannya selama ini. Padahal banyak sekali para tokoh dan pembesar kaum yang berusaha untuk menikahinya, namun Khadijah menolak semuanya. Lalu Khadijah pun mencurahkan perasaannya tersebut kepada sahabatnya yang bernama Nafisah binti Muniyyah, dan Nafisah pun segera pergi kepada Nabi Muhammad membeberkan niatan Khadijah tersebut dan menganjurkan Nabi Muhammad untuk menikahinya. Beliau pun menyetujuinya dan membicarakan hal ini dengan paman-paman beliau. Kemudian Nabi Muhammad pun mendatangi paman Khadijah dan melamar Khadijah. Tidak lama setelah itu, pernikahan pun dilangsungkan. Akad pernikahan ini dihadiri oleh para keluarga dari kalangan Bani Hasyim dan para pembesar kabilah Mudhar. Mahar pernikahan Nabi Muhammad dan Khodijah yaitu berupa 20 ekor unta muda. Pernikahan ini terjadi setelah dua bulan Nabi Muhammad kembali dari Syam.

Nilai mahar memang tidak ditentukan, namun kamu tetap harus memperhatikan mahar apa yang akan kamu berikan. Mahar seperti apa yang sekiranya pantas, dan mahar yang bisa menyenangkan hati pasanganmu. Sebelum membeli, diskusikan mahar apa yang ingin kamu berikan dengan calon istri agar mahar tidak mubazir. Mahar pernikahan Nabi Muhammad bisa saja kamu jadikan referensi, namun sesuaikan dengan keadaan dan zaman, ya!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *